Tujuan dari program ini adalah peningkatan produksi cabai dan terjaga hasil produksi komoditas hortikultura lainnya secara konsisten, perluasan pemasaran melalui bussines matching , dan hilirisasi produk

Kupang (ANTARA) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mendukung upaya peningkatan produksi pangan strategis melalui program Digital Farming pada tanaman cabai di Kabupaten Kupang.

"Tujuan dari program ini adalah peningkatan produksi cabai dan terjaga hasil produksi komoditas hortikultura lainnya secara konsisten, perluasan pemasaran melalui bussines matching, dan hilirisasi produk," kata Kepala BI NTT Donny Heatubun dalam acara Panen Perdana Cabai Program Digital Farming di Lahan III GS Organik, Desa Baumata Timur, Kabupaten Kupang, Selasa.

Digital Farming merupakan salah satu upaya Bank Indonesia dalam pengembangan UMKM di bidang klaster pangan melalui pemberian bantuan teknologi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi biaya, peningkatan daya saing, dan perluasan pasar UMKM.

Dalam metode Digital Farming, ada penggunaan alat digital untuk mengukur pH tanah yang diintegrasikan pada smartphone yang disebut Jinawi, lalu implementasi irigasi tetes, dan pemasaran daring melalui marketplace.

Bagi Bank Indonesia, kata Donny, pengembangan digitalisasi dan manajemen usaha tani adalah prasyarat kunci bagi tercapainya ketahanan pangan dan kestabilan harga.

Oleh karena itu, Program Digital Farming di lahan III GS Organik merupakan kontribusi nyata dan sinergisitas BI NTT bersama para mitra untuk mendukung Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan saat ini.

Program itu telah diawali dengan penanaman perdana 10.000 anakan cabai pada 2 Agustus lalu. Sejak saat itu, KPw BI NTT secara simultan memberikan dukungan bantuan teknis berupa peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan penggunaan Jinawi, pendampingan hulu-hilir, pembuatan pupuk organik, pestisida organik, fasilitasi sertifikasi halal, dan business matching.

Pada hari ini, Selasa, Donny bersama Penjabat Gubernur NTT Ayodhia G L Kalake dan segenap pemangku kepentingan pun memanen 2.000 anakan cabai yang terdiri dari tiga varian yakni cabe rawit, cabe keriting, dan cabe besar.

BI NTT pun mereplikasi program digital farming yang ada di GS Organik ke program integrated farming di Pondok Pesantren Hidayatullah Batakte, Kabupaten Kupang.

"Hal ini dimaksudkan agar terjadinya sinergi dan menjaga daya saing serta sustainability produk hortikultura, sehingga turut menjaga ketahanan pangan dan menekan gejolak inflasi dari volatile food," ucapnya.

Donny berharap berbagai sinergisitas yang ada dapat mendukung terjaganya kualitas dan kapasitas produksi dengan memiliki daya saing melalui penguatan ekosistem rantai pasok, serta perluasan akses pasar bagi para UMKM dengan end-buyer.

Pemilik lahan GS Organik, Gesti Sino yang telah menjadi salah satu UMKM Binaan BI menyampaikan dampak yang positif dari pemanfaatan sistem digital farming tersebut.

Dalam sistem itu, Jinawi berfungsi memberikan informasi unsur hara atau N, P, K, dan pH tanah secara real time.

Dengan menggunakan teknologi itu, petani juga dapat mengetahui kadar pemupukan yang pas sesuai kondisi tanah dan kebutuhan tanaman.

Sejak menggunakan Jinawi, ia mengatakan petani jadi lebih tahu kondisi tanah di kebun; baik unsur hara mana yang sudah cukup dan mana yang masih harus ditambah agar tanaman bisa tumbuh optimal.

Berdasarkan kondisi nyata di lapangan, ia juga menyebut produktivitas cabai meningkat dari tahun sebelumnya.

"Tahun lalu kami tanam 1.000 anakan cabai dengan produktivitas per pohon 0,5 kilo gram. Tahun ini secara bertahap kami tanam 10.000 anakan cabai, lalu dengan Jinawi dan pemupukan yang presisi produktivitas per pohon menjadi 1,5 kilo gram atau 15 ton," ucap Gesti.

Baca juga: BI NTT gelar program "onboarding" digitalisasi UMKM

Baca juga: BI NTT dan TNI AL gelar ekspedisi rupiah berdaulat di daerah 3T

Baca juga: BI memperkirakan ekonomi NTT tetap positif jelang Pemilu 2024

Pewarta: Fransiska Mariana Nuka
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2023