Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Dr Seto Mulyadi, mengaku kecewa atas ulah pemain unggulan tim sepakbola Prancis, Zinedine Zidane, yang "menanduk" salah satu pemain Italia dalam final sepak bola Piala Dunia 2006 Senin (10/7). "Saya mengunggulkan tim Prancis saat itu, tetapi saya kecewa dengan Zidane, apalagi akhirnya Prancis kalah," kata pria yang akrab disapa Kak Seto itu di Jakarta, Selasa. Di tengah kesibukannya sebagai Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA), dia mengaku masih menyempatkan diri menonton pertandingan sepak bola Piala Dunia 2006. Menurut pria yang dikenal sebagai sahabat dan pendidik anak-anak itu, dia bahkan sering menyempatkan diri untuk berekreasi dengan keluarga dan bermain bola dengan anaknya. "Anak memiliki hak untuk mengenal orang tuanya. Saya mulai mendidik anak dari anak sendiri, baru ke anak lainnya," katanya. Pria kelahiran Klaten 55 tahun silam itu mengatakan pihaknya kini gencar mengkampanyekan bagaimana membuat anak senang belajar, sehingga tidak ada phobia (ketakutan) belajar pada anak. "Kami berupaya mengkampanyekan bahwa belajar adalah hak anak, bukan kewajiban anak," katanya. Selain itu, saat ini KPA juga sedang berupaya mendesak DPR agar mengamandemen berbagai peraturan dan perundang-undangan yang tidak menguntungkan anak. Kasus penahanan empat siswa kelas 5 SDN Gandusari III, Trenggalek, Jawa Timur, oleh kejaksaan setempat adalah contoh kasus yang kini sedang ditangani Kak Seto dan rekan-rekannya di KPA. Terkait kasus itu, pihaknya telah mendesak Komisi III DPR untuk mengamandemen Undang Undang no 3 tahun 1997 tentang peradilan anak dan menyesuaikan umur minimal anak yang bisa diadili dari 8 tahun menjadi 12 tahun. Angka kasus kekerasan anak, menurut dia, kini masih tinggi karena paradigma yang keliru para orang tua dalam mendidik dan mengerti tentang anaknya. "Anak bukan hak milik, namun titipan Tuhan dan memiliki hak asasi," kata peraih penghargaan Orang Muda Berkarya Indonesia dari Presiden pada tahun 1987 itu. Ayah dari empat anak itu mengemukakan dia merasa bersalah bila ada berbagai permasalahan menyangkut anak yang belum bisa diselesaikan oleh KPA. (*)
Copyright © ANTARA 2006