Solo (ANTARA) -
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru penggugat undang-undang (UU) yang mengatur tentang batas usia capres/cawapres ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengaku hanya ingin mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di perkuliahan.

"Untuk ngetes ilmu saya di perkuliahan," kata mahasiswa semester delapan tersebut di Solo, Jawa Tengah, Senin.

Ia juga mengaku tidak ada intervensi dari pihak manapun terkait gugatan yang diajukan ke MK tersebut. "Murni dari saya yang ingin mengaplikasikan ilmu yang saya dapat," katanya.
 
Terkait dengan hal yang menjadi alasannya mengajukan gugatan karena ia merasa prihatin atas kondisi saat ini, karena banyak generasi muda yang sebetulnya berpotensi menjadi capres atau cawapres, namun terkendala oleh batas usia.
 
Selain itu, ia juga melihat selama memimpin Solo, Gibran menorehkan prestasi yang banyak dirasakan oleh masyarakat.
 
"Kalau saya kan orang Solo, saya melihat dan merasakan dampak selama mas Gibran jadi wali kota. Banyak kepala daerah di bawah 40 tahun punya dampak positif terhadap masyarakat banyak," katanya.

Meski demikian, dikatakannya, gugatan tersebut bersifat open legal policy yang artinya berlaku untuk siapapun. "Yang saya tuliskan di sana buat pintu masuk. Nggak semata-mata buat mas Gibran. Bisa untuk tahun-tahun berikutnya, nggak cuma (pemilu, Red.) tahun depan saja," katanya.
 
Sementara itu, terkait dengan gugatannya ke MK beberapa waktu lalu yakni batas usia minimal masih tetap 40 tahun namun ada penambahan, yakni pengecualian bagi yang sudah berpengalaman sebagai kepala daerah, baik bupati, wali kota atau gubernur.
 
Disinggung mengenai langkah ke depan, ia masih akan melihat perkembangan yang terjadi. "Kalau nanti coba lihat dulu saja ya," katanya.


 
 

Pewarta: Aris Wasita
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023