“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Senin.
Arkaan, selaku pemohon pada Perkara Nomor 91/PUU-XXI/2023, memohon batas usia capres-cawapres diturunkan menjadi sekurang-kurangnya 21 tahun. Sementara Melisa, selaku pemohon pada Perkara Nomor 92/PUU-XXI/2023, memohon batas usia capres cawapres diubah menjadi berusia paling rendah 25 tahun.
Mahkamah tidak dapat menerima dua permohonan tersebut karena pasal yang diajukan uji materinya itu telah memiliki pemaknaan baru, sebagaimana putusan MK yang mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dalam sidang yang sama, MK memutus berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Kini, Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi “Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.
Atas dasar itu, mahkamah berkesimpulan permohonan Arkaan dan Melisa telah kehilangan objek, sehingga tidak relevan lagi untuk mempertimbangkan kedudukan hukum pemohon dan pokok permohonan.
“Permohonan pemohon kehilangan objek, kedudukan hukum pemohon dan pokok permohonan tidak dipertimbangkan,” kata Anwar Usman.
Dalam sidang hari ini, MK mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.
Sementara itu, MK menolak gugatan uji materi Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang dilayangkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang memohon batas usia capres dan cawapres menjadi 35 tahun.
Kemudian, MK juga menolak gugatan uji materi Partai Garuda (Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023) dan sejumlah kepala daerah (Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023) yang memohon batas usia capres-cawapres diubah menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Atas putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, terdapat alasan berbeda (concurring opinion) dari dua orang hakim konstitusi, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh, serta pendapat berbeda (dissenting opinion) dari empat hakim konstitusi, yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.
Sementara itu, terhadap putusan perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 diwarnai pendapat berbeda (dissenting opinion) dari dua hakim konstitusi, yakni Suhartoyo dan M. Guntur Hamzah atas putusan tersebut.
Baca juga: Saldi Isra mengakui merasa aneh luar biasa dengan putusan MK
Baca juga: PDIP: Putusan MK harus ditindaklanjuti revisi UU Pemilu di DPR
Baca juga: Demokrat hormati putusan MK soal uji materi usia capres-cawapres
Baca juga: Pakar Hukum sebut putusan MK masuk ranah politik
Baca juga: MK: Putusan batas usia capres-cawapres berlaku mulai Pemilu 2024
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023