Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini memanggil Direktur Utama PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk Novel Arsyad sebagai saksi penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Stadion Mandala Krida, Yogyakarta.
"Benar, hari ini bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi Novel Arsyad selaku Direktur Utama pada PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk dan pihak swasta Johanes Christian Nahumury," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Meski demikian Ali belum memberikan konfirmasi apakah keduanya telah hadir memenuhi panggilan tim penyidik lembaga antirasuah.
Ali juga belum memberikan keterangan lebih detail mengenai keterangan apa yang akan didalami penyidik dalam pemeriksaan tersebut.
Sebelumnya, KPK menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus korupsi pembangunan Stadion Mandala Krida yang menggunakan APBD Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun anggaran 2016/2017.
Tiga tersangka tersebut adalah Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Edy Wahyudi, Direktur Utama PT Arsigraphi Sugiharto (SGH), dan Direktur Utama PT Permata Nirwana Nusantara Heri Sukamto (HS).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa Balai Pemuda dan Olahraga Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi DIY pada tahun 2012 mengusulkan proyek renovasi Stadion Mandala Krida. Usulan tersebut disetujui dan anggarannya dimasukkan alokasi anggaran BPO untuk program peningkatan sarana dan prasarana olahraga.
EW diduga secara sepihak menunjuk langsung PT Arsigraphi (AG) dengan tersangka Sugiharto selaku direktur utama yang menyusun tahapan perencanaan pengadaan. Salah satu perencanaan itu terkait dengan nilai anggaran proyek renovasi Stadion Mandala Krida.
Dari hasil penyusunan anggaran pada tahap perencanaan yang disusun SGH tersebut, diperlukan anggaran senilai Rp135 miliar untuk lima tahun. KPK menduga ada beberapa jenis pekerjaan yang nilainya di-mark up dan langsung disetujui EW tanpa melakukan kajian terlebih dahulu.
Khusus pada tahun 2016, disiapkan anggaran senilai Rp41,8 miliar, kemudian pada tahun 2017 disiapkan anggaran senilai Rp45,4 miliar. Salah satu jenis pekerjaan dalam proyek pengadaan tersebut, antara lain penggunaan dan pemasangan bahan penutup atap stadion yang diduga menggunakan merek dan perusahaan yang ditentukan sepihak oleh EW.
Dalam pengadaan pada tahun 2016 dan 2017, KPK menduga HS bertemu dengan beberapa anggota panitia lelang dan meminta agar bisa dibantu dan dimenangkan dalam proses lelang.
Selanjutnya, anggota panitia lelang menyampaikan keinginan HS tersebut kepada EW dan diduga langsung disetujui untuk dimenangkan tanpa evaluasi penelitian kelengkapan dokumen persyaratan mengikuti lelang.
Selain itu, saat pelaksanaan pekerjaan, beberapa pekerja diduga tidak memiliki sertifikat keahlian dan tidak termasuk pegawai resmi dari PT DMI. Akibat perbuatan para tersangka tersebut, KPK menduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp31,7 miliar.
KPK selanjutnya mengeksekusi Edy Wahyudi yang menjadi terpidana korupsi pembangunan Stadion Mandala Krida ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Jumat (13/5).
Eksekusi dilakukan berdasarkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Yogyakarta yang berkekuatan hukum.
Berdasarkan putusan, terpidana Edy Wahyudi akan menjalani masa pidana penjara selama delapan tahun di Lapas Klas I Sukamiskin ditambah kewajiban membayar pidana denda sebesar Rp400 juta.
Sedangkan persidangan untuk kedua tersangka lainnya saat ini masih berproses di meja hijau.
Baca juga: KPK periksa mantan ajudan Syahrul Yasin Limpo
Baca juga: IPW apresiasi transparansi Polri usut dugaan pemerasan pimpinan KPK
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023