Baghdad (ANTARA News) - Serangan-serangan bom dan penembakan Rabu menewaskan sedikitnya 18 orang di Irak, termasuk seorang perwira militer senior, kata beberapa pejabat keamanan dan medis.
Kekerasan itu merupakan yang terakhir dari gelombang serangan yang telah menewaskan lebih dari 560 orang pada Mei dan meningkatkan kekhawatiran mengenai kembalinya konflik sektarian, lapor AFP.
Dua bom meledak di sebuah daerah komersial di Baghdad barat, menewaskan sedikitnya sembilan orang dan melukai 15 lain, sementara sebuah ledakan bom lain di wilayah selatan kota itu menewaskan sedikitnya enam orang dan mencederai 21, kata para pejabat.
Di Abu Ghraib, sebelah barat Baghdad, orang-orang bersenjata menembak mati seorang brigadir jendral angkatan darat di rumahnya, dan dua bom pinggir jalan meledak di dekat lapangan sepak-bola di Baquba, sebelah utara Baghdad, menewaskan satu orang dan mencederai sembilan lain.
Orang-orang bersenjata juga menembak mati seorang pemimpin milisi penentang Al Qaida di daerah sebelah baratdaya Kirkuk, Irak utara, dan empat pengawal cedera dalam ledakan bom pinggir jalan di sebelah utara kota Tikrit yang ditujukan pada konvoi gubernur provinsi Salaheddin.
Kekerasan itu merupakan yang terakhir dari gelombang pemboman dan serangan bunuh diri di tengah krisis politik antara Perdana Menteri Nuri al-Maliki dan mitra-mitra pemerintahnya dan pawai protes selama beberapa pekan yang menuntut pengunduran dirinya.
Lebih dari 450 orang tewas dalam kekerasan pada April, sementara jumlah kematian pada Maret mencapai 271.
Sepanjang Februari, 220 orang tewas dalam kekerasan di Irak, menurut data AFP yang berdasarkan atas keterangan dari sumber-sumber keamanan dan medis.
Irak dilanda kemelut politik dan kekerasan yang menewaskan ribuan orang sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.
Selain bermasalah dengan Kurdi, pemerintah Irak juga berselisih dengan kelompok Sunni.
Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember 2011 mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni.
Pejabat-pejabat Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Wakil Presiden Tareq al-Hashemi pada 19 Desember 2011 setelah mereka memperoleh pengakuan yang mengaitkannya dengan kegiatan teroris.
Puluhan pengawal Hashemi, seorang pemimpin Sunni Arab, ditangkap dalam beberapa pekan setelah pengumuman itu, namun tidak jelas berapa orang yang kini ditahan.
Hashemi, yang membantah tuduhan tersebut, bersembunyi di wilayah otonomi Kurdi di Irak utara, dan para pemimpin Kurdi menolak menyerahkannya ke Baghdad.
Pemerintah Kurdi bahkan mengizinkan Hashemi melakukan lawatan regional ke Qatar, Arab Saudi dan Turki. (M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013