"Kami terus berikhtiar untuk memperkuat kesempatan sekaligus memberikan akses yang sama kepada penghayat kepercayaan untuk mendapatkan layanan pendidikan, termasuk layanan pendidikan agama atau kepercayaan sesuai dengan yang dianut di tiap satuan pendidikan, tanpa ada paksaan untuk mengamalkan kepercayaan tertentu,” kata Kepala Pusat Penguatan Karakter Kemendikbudristek Rusprita Putri pada diskusi dengan tema "Kenal Lebih Dekat dengan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa" di Jakarta, Sabtu.
Ia menyebut beberapa regulasi itu, Permendikbud No. 27 Tahun 2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada Satuan Pendidikan serta Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Baca juga: Pemkab Tulungagung jamin perlakuan setara bagi penghayat kepercayaan
Situasi yang demikian, menurut dia, karena sosialisasi yang masih kurang masif terkait dengan hak layanan pendidikan bagi penghayat kepercayaan.
“Perilaku diskriminatif seringkali terjadi karena ketidaktahuan dan juga ketidakpahaman dari masyarakat serta pemangku kepentingan pendidikan yang belum tersosialisasi dengan baik,” ujarnya.
Oleh karena itu, Rusprita mengemukakan perlu sinkronisasi dan kolaborasi secara berkesinambungan antara satuan Dinas Pendidikan, Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI), penyuluh, hingga tenaga pendidik di tingkat sekolah, agar komunikasi dan diseminasi informasi dapat berjalan dengan baik.
Kolaborasi tersebut, katanya, salah satunya melalui produksi konten digital dan edukasi dalam bentuk webinar yang membahas seputar kondisi dan aktivitas penghayat kepercayaan saat ini.
Baca juga: Kemendikbudristek berupaya penuhi hak konstitusional Penghayat
Baca juga: Pembinaan penghayat kepercayaan di Sumba Timur dijadikan contoh baik
Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023