Jadi bisnis energi hijau yang kami fokuskan ada tiga, yaitu bagaimana tentang green energy, green chemical, dan green mitigasi
Jakarta (ANTARA) - President Director & CEO PT Tripatra Engineers and Constructors (Tripatra) Raymond Naldi Rasfuldi menyatakan, sebagai penyedia solusi berbasis rekayasa teknik di Indonesia perusahaannya siap berkontribusi untuk membantu pemerintah mengembangkan bisnis energi hijau.
"Jadi bisnis energi hijau yang kami fokuskan ada tiga, yaitu bagaimana tentang green energy, green chemical, dan green mitigasi," kata Naldi di Jakarta, Jumat.
Pernyataan tersebut disampaikan Naldi kepada wartawan dalam konferensi pers fokus grup diskusi dalam rangka 50 tahun "Tripatra Sustainable Engineering Summit 2023".
Naldi menyebutkan, tiga fokus energi hijau tersebut sebagai bukti perhatian pihaknya
sebagai penyedia solusi berbasis rekayasa teknik di Indonesia untuk melakukan transisi dari energi hulu minyak bumi dan gas (migas).
Untuk energi hijau fokus nya pada sektor geotermal dan biomassa. Kemudian, perusahaan telah berkontribusi dalam mengembangkan green chemical di sektor biofuel.
Ia mencontohkan, misalnya seperti berkontribusi dalam pengembangan teknologi geotermal Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Salak di Jawa Barat, dengan kapasitas total 377 MW dan merupakan salah satu pembangkit listrik tenaga panas bumi terbesar di Indonesia.
"Mitigasi energi ini ialah yang dimaksud dengan teknologi CCS/CCUS dalam aspek energi hijau ke depan semua akan menuju kesana," kata dia.
Namun, menurut dia, semua pihak harus menyadari bahwa hal yang terpenting dalam
transisi energi hijau tersebut ialah pada sisi seberapa besar kemanfaatan nya terhadap lingkungan bukan pada besarnya potensi yang dimiliki Indonesia.
"Jadi yang mesti diperhatikan itu tidak hanya melihat suplay nya saja yang melimpah tapi utilisasi nya atau kemanfaatan nya juga harus di perhatikan, kalau nilai manfaatnya kecil untuk apa?," ujar Naldi.
Hal tersebut disampaikan nya untuk menjabarkan atas rencana pemerintah untuk mengembangkan penerapan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS).
Diketahui, teknologi CCS/CCUS tersebut saat ini sedang menjadi tren global untuk mengurangi emisi karbon dari hulu energi, dan industri manufaktur industri baja, yang sebagian besar masih menggunakan batu bara sebagai sumber energi.
Penerapan CCS dilakukan dengan menggunakan hidrogen dan amoniak sebagai bahan bakar yang bersih, dan tidak menghasilkan emisi karbon seperti bahan baku batu bara yang masih digunakan industri manufaktur termasuk Indonesia.
"Butuh waktu, transisi energi hijau ini tidak semua bisa dilakukan dalam satu waktu," kata dia.
Sebelumnya, Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengumumkan saat ini Indonesia memiliki 15 proyek yang difokuskan untuk implementasi CCS dan CCUS, antara lain dari Pertamina Hulu Energi, BP, dan ExxonMobil.
Kapasitas penyimpanan karbon saat ini mencapai 2 giga ton CO2. Sementara potensinya pada reservoir lapangan migas RI diperkirakan mencapai 400 giga ton CO2.
Melalui penerapan teknologi tersebut pemerintah menargetkan dapat terjadi penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia hingga sebesar 142 juta ton pada tahun 2024.
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Sella Panduarsa Gareta
Copyright © ANTARA 2023