Dewan Pengawas Syariah memiliki peran strategis dalam pengembangan industri keuangan syariah terutama dalam memastikan bahwa praktik-praktik yang dijalankan oleh industri telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah

Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara mengatakan Dewan Pengawas Syariah (DPS) memiliki peran strategis dalam pengembangan industri keuangan syariah.

"Dewan Pengawas Syariah memiliki peran strategis dalam pengembangan industri keuangan syariah terutama dalam memastikan bahwa praktik-praktik yang dijalankan oleh industri telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah," kata Mirza dalam Pertemuan Tahunan atau Ijtima’ Sanawi Dewan Pengurus Syariah XIX Tahun 2023 yang diikuti virtual di Jakarta, Jumat.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), Dewan Pengawas Syariah memiliki tugas dan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan pelaku usaha jasa keuangan syariah sesuai dengan prinsip syariah.

Selain itu, Dewan Pengawas Syariah juga berperan untuk memberikan masukan dan saran kepada direksi terutama dalam pengembangan produk dan layanan keuangan syariah yang adaptif terhadap kebutuhan masyarakat dan tetap memenuhi ketentuan-ketentuan syariah yang ada.

"Oleh karenanya kami memandang penting kegiatan Ijtima’ Sanawi yang dilakukan setiap tahunnya selain menjadi wadah silaturahim, kegiatan ini dapat menjadi ajang refreshment dan konsolidasi bersama bapak/ibu Dewan Pengawas Syariah di seluruh Indonesia," ujarnya.

Lebih lanjut , Mirza memandang penting peran Dewan Pengawas Syariah sebagai duta literasi keuangan syariah yang memiliki peranan di lembaga keuangan syariah untuk bersama-sama meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah.

"Kami berharap bahwa Ijtima’ Sanawi ini dapat dimanfaatkan oleh bapak/ibu DPS untuk dapat mengembangkan pemahaman dan pengetahuan yang lebih luas guna mendukung perannya dalam meningkatkan pertumbuhan industri keuangan syariah," tuturnya.

Menurut dia, salah satu tantangan yang dihadapi industri keuangan syariah terutama terkait dengan masih rendahnya tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah.

Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Tahun 2022, indeks literasi dan inklusi keuangan syariah tercatat sebesar 9,14 persen untuk indeks literasi dan 12,1 persen untuk indeks inklusi keuangan syariah.

Kondisi tersebut menunjukkan perlunya untuk terus melakukan akselerasi tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah dengan kolaborasi antar segala pihak untuk mencapai target literasi ekonomi dan keuangan syariah Indonesia sebesar 50 persen.

"Hal ini perlu dilakukan guna mencapai target literasi ekonomi dan keuangan syariah yang telah Bapak Wakil Presiden sampaikan dalam Musyawarah Nasional Masyarakat Ekonomi Syariah keenam awal bulan ini yaitu targetnya 50 persen," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin menargetkan literasi ekonomi dan keuangan syariah Indonesia dapat mencapai 50 persen dibanding posisi saat ini yang sebesar 23,3 persen.

Ma’ruf mengatakan dengan semakin besarnya literasi ekonomi dan keuangan syariah, maka semakin meningkat pula penerimaan dan penggunaan produk ekonomi dan keuangan syariah oleh masyarakat. Hal itu akan meningkatkan kontribusi sektor ekonomi dan keuangan syariah terhadap perekonomian nasional.

Menurut Ma’ruf, saat ini tingkat literasi ekonomi dan keuangan syariah yang sebesar 23,3 persen belum ideal. Tingkat literasi itu juga berpengaruh terhadap pangsa pasar keuangan syariah di Indonesia yang baru sekitar 10,9 persen.

Baca juga: OJK: Pangsa pasar perbankan syariah Indonesia tumbuh jadi 7,3 persen
Baca juga: OJK terus perkuat literasi keuangan syariah
Baca juga: Wapres: Fintech syariah bisa berperan dorong inklusi keuangan syariah

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023