Yogyakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua MPR, Amien Rais, mengingatkan kembali bangsa Indonesia untuk berani melawan neo kolonialisme dan imperalisme (Nekolim) demi mengembalikan harkat dan martabat bangsa ini. "Cengkeraman Nekolim makin lama makin terasa. Seperti yang dikatakan Bung Karno, makin terasa bahwa globalisasi memang lebih merugikan negara Dunia Ketiga dan menguntungkan negara kuat," kata Amien Rais di Yogyakarta, Selasa. Menurut dia, nilai kekayaan laut Indonesia yang dibawa ke luar negeri hampir mencapai Rp5 triliun setiap tahun. "Tetapi ketika ditanya kenapa polisi dan angkatan laut tidak mengejar, jawabannya tidak punya kapal yang larinya cepat sebab tidak punya uang untuk membelinya. Kenapa bisa terjadi padahal negara kita kaya raya, ini akibat sebagian kekayaan negara kita telah digadaikan ke negara asing," ujarnya. Ia mengatakan selama 2005 saja biaya "recovery" yang harus dibayarkan Indonesia kepada perusahaan minyak asing, misalnya Exxon Mobil, mencapai Rp70 triliun. "Padahal pertambangan minyak ada perjanjiannya, asing 15 dan kita 85 persen, tetapi jangan lupa operatornya adalah pihak asing, sehingga mereka yang menentukan biaya produksi," katanya. Karena itu, kata Amien, dapat dipahami ketika `Exxon Mobil` mengatakan telah selesai melakukan pengeboran dan prosesnya mencapai Rp200 triliun, Indonesia harus membayar dulu biaya "recovery" sebesar Rp70 triliun. "Baru sisanya yang Rp130 triliun dibagi untuk Indonesia 85 persen dan asing 15 persen," ujarnya. Indonesia yang telah merdeka lebih dari 60 tahun masih belum bisa mengoperasikan Freeport dan tambang minyak lainnya. "Kita sedang menghina diri kita sendiri," lanjutnya. Amien mengatakan, Yayasan `Pension` dari Swedia sekitar dua hari lalu menarik sahamnya di PT Freeport dengan alasan Pemerintah Swedia tidak sampai hati dan tidak mau terbebani perasaan bersalah karena perusahaan itu telah melakukan penghancuran ekologi di Papua secara `ugal-ugalan`. "Gas di Natuna seratus persen operatornya diberikan ke Exxon Mobil, kemudian hasil gasnya dimasukkan ke pipa bawah laut dan muncul di Singapura. Indonesia hanya diberi tahu tahun ini berhasil menjual sekian dan pembagiannya sekian," kata dia. Selain itu, 42 persen perbankan di Indonesia juga dikuasai asing, bahkan data di Departemen Pertambangan dan Energi menyebutkan bahwa izin eksploitasi sekitar 75 persen dari teritorial di negara ini sudah diberikan kepada penambang asing. "Ini sungguh luar biasa. Andaikan kita seperti Cina, pasti tidak semiskin dan sehina saat ini. Saya sempat pula diingatkan oleh Mathias Chong bahwa problemnya adalah banyak pemimpin yang telah dicuci otaknya," tegas Amien. Ia lebih lanjut mengatakan, "Sebagai bagian dari tubuh bangsa yang masih dapat berpikir, saya menilai bangsa ini tidak akan pernah bisa bangkit kembali kalau hanya menjadi bangsa pelayan dan komprador yang melayani kepentingan bangsa asing." "Menomorsatukan kepentingan korporatokrasi dan menomorduakan kepentingan bangsa sendiri akan berbahaya sekali," katanya. Amien Rais menyebutkan korporatokrasi mencakup beberapa pilar, yakni pilar pertama perusahaan besar seperti Exxon Mobil, Freeport dan sebagainya "kawin" dengan pilar kedua, yaitu pemerintah, kemudian kawin lagi dengan pilar ketiga bank-bank internasional yang mendanai, ditambah pilar keempat elit nasional yang menghambakan diri kepada tiga pilar itu. "Dalam melawan korporatokrasi ada yang bertahan, maju mundur dan ada juga yang sudah tertelan. Pada ujung yang lain, kita tidak melawan tetapi tertelan. Tanpa kita berani memulihkan keberanian maka sesungguhnya kita melanggar konstitusi," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006