Baghdad (ANTARA News) - Serangan-serangan di daerah Baghdad dan Irak utara pada Senin menewaskan 29 orang, kata sejumlah pejabat.
Kekerasan itu, termasuk pemboman di daerah-daerah Syiah Baghdad, berlangsung di tengah meningkatnya ketegangan sektarian di Irak, dimana minoritas Sunni menuduh pemerintah yang dipimpin Syiah meminggirkan dan menyerang komunitas mereka.
Dengan korban-korban terakhir itu, lebih dari 930 orang tewas dalam kekerasan di Irak dalam waktu kurang dari dua bulan.
Belum ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan-serangan itu, namun militan Sunni yang terkait dengan Al Qaida sering melancarkan serangan bom terkoordinasi, terutama dengan sasaran Syiah.
Sembilan ledakan bom mobil di Baghdad menewaskan sedikitnya 20 orang dan mencederai 80, sementara dua ledakan lagi di dekat ibu kota Irak tersebut menewaskan sedikitnya enam orang dan melukai 34 lain, kata sejumlah pejabat medis dan keamanan.
Sepanjang bulan ini Baghdad dilanda serangan-serangan bom yang menewaskan puluhan orang, terutama di daerah-daerah Syiah.
Di provinsi Kirkuk, Irak utara, serangan-serangan penembakan menewaskan seorang anggota milisi penentang Al Qaida dan seorang operator generator swasta, sementara ledakan bom pinggir jalan di kota Mosul, juga di Irak utara, menewaskan seorang kolonel polisi.
Dengan korban-korban terakhir itu, lebih dari 470 orang tewas dalam kekerasan sepanjang bulan ini.
Serangan-serangan itu terjadi setelah gelombang kekerasan menewaskan lebih dari 240 orang dalam tujuh hari pada akhir April, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai kembalinya kerusuhan sektarian yang menewaskan puluhan ribu orang.
Kekerasan itu merupakan yang terakhir dari gelombang pemboman dan serangan bunuh diri di tengah krisis politik antara Perdana Menteri Nuri al-Maliki dan mitra-mitra pemerintahnya dan pawai protes selama beberapa pekan yang menuntut pengunduran dirinya.
Lebih dari 450 orang tewas dalam kekerasan pada April, sementara jumlah kematian pada Maret mencapai 271.
Sepanjang Februari, 220 orang tewas dalam kekerasan di Irak, menurut data AFP yang berdasarkan atas keterangan dari sumber-sumber keamanan dan medis.
Irak dilanda kemelut politik dan kekerasan yang menewaskan ribuan orang sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.
Selain bermasalah dengan Kurdi, pemerintah Irak juga berselisih dengan kelompok Sunni.
Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember 2011 mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni.
Pejabat-pejabat Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Wakil Presiden Tareq al-Hashemi pada 19 Desember 2011 setelah mereka memperoleh pengakuan yang mengaitkannya dengan kegiatan teroris.
Puluhan pengawal Hashemi, seorang pemimpin Sunni Arab, ditangkap dalam beberapa pekan setelah pengumuman itu, namun tidak jelas berapa orang yang kini ditahan.
Hashemi, yang membantah tuduhan tersebut, bersembunyi di wilayah otonomi Kurdi di Irak utara, dan para pemimpin Kurdi menolak menyerahkannya ke Baghdad.
Pemerintah Kurdi bahkan mengizinkan Hashemi melakukan lawatan regional ke Qatar, Arab Saudi dan Turki.
(M014)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013