Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Standard Charterd Bank, Fauzi Ichsan, mengatakan kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk tidak menurunkan bunga BI Rate terlalu cepat dinilai baik demi menjaga agar rupiah tetap diminati. "Penurunan BI Rate yang terlalu cepat juga belum tentu baik bagi perekonomian, meski untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin atau 50 basis poin selalu ada," katanya di Jakarta, Selasa. Ia mengaemukakan penurunan BI Rate oleh BI juga masih tergantung oleh laju inflasi pada bulan ini, meski banyak kalangan yang menyatakan bunga BI Rate masih tinggi dan belum dapat menyebabkan bunga kredit bank turun. Apabila BI Rate terus turun belum tentu pertumbuhan ekonomi berjalan dengan baik, karena sektor riil masih berjalan di tempat dan belum mampu mengurangi tingkat pengangguran, akibat daya beli masyarakat masih lemah, katanya. Karena itu, lanjutnya, penurunan BI Rate dengan mempertimbangkan berbagai persoalan baik internal maupun eksternal. Jadi penurunan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 12,25 prsen adalah sesuatu yang tepat, katanya. Gubernur Bank Indonesia (BI), Burhanuddin Abdullah, sebelumnya mengatakan BI rate yang terus menerus turun atau turun terlalu cepat belum tentu baik bagi perekonomian karena bisa membuat rupiah tidak diminati lagi. "Jangan-jangan penurunan BI rate yang cepat bukan mengakibatkan investasi masuk tapi rupiah menjadi dolar (rupiah tidak diminati lagi)," katanya. Menurut pandangan BI, kata Burhanudin. kemungkinan untuk menurunkan BI rate sebesar 25 atau 50 basis poin selalu ada. Karena perbedaan BI rate dengan suku bunga luar negeri masih tinggi. Selain itu, ketertarikan orang untuk memegang rupiah masih ada, katanya. Menurut dia, BI lebih mengarahkan untuk mencapai target inflasi sebesar delapan plus minus satu persen atau antara tujuh hingga sembilan persen. Jika inflasi bisa tujuh persen maka ruangan untuk menurunkan BI rate semakin besar dibanding jika inflasi lebih cenderung bergerak ke atas (sembilan persen), katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006