Jakarta (ANTARA) - Komnas Perempuan menyebut bahwa kasus penganiayaan berat berujung kematian dengan korban seorang perempuan berinisial DSA, dapat dikategorikan sebagai femisida.

"Ragam kekerasan yang dilakukan dapat dikategorikan sebagai femisida, yaitu pembunuhan terhadap perempuan dengan alasan tertentu ataupun karena dia perempuan," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

Andy Yentriyani mengatakan terdapat relasi kuasa timpang berbasis gender terhadap pelaku, dalam hal ini relasi antara korban dan pelaku yang merupakan kekasihnya.

Komnas Perempuan telah melakukan pemantauan femisida sejak tahun 2017 melalui pemberitaan media yang dilakukan karena minim-nya pengaduan ke Komnas Perempuan.

Pihaknya menyebut terdapat anggapan bahwa korban yang telah meninggal dalam kasus serupa ini telah selesai urusannya dan selanjutnya hanya menjadi urusan aparat penegak hukum.

Indonesia sendiri belum memiliki pemilahan data pembunuhan berdasarkan statistik femisida.

Pelaku kasus femisida biasanya adalah orang-orang yang dekat dengan korban, seperti kekasih, teman kencan, dan suami.

"Dengan demikian, femisida adalah eskalasi dari kekerasan berbasis gender yang berpotensi femisida," ujar Anggota Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menambahkan.

Baca juga: Pastikan pemenuhan hak anak, KemenPPPA kunjungi anak DSA di Sukabumi

Sebelumnya, Polrestabes Surabaya telah menetapkan Gregorius Ronald Tannur (31), anak anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Edward Tannur, sebagai tersangka kasus penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian.

Korbannya adalah seorang perempuan inisial DSA (29) yang sudah menjalin hubungan dengan tersangka selama lima bulan.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 351 Ayat 3 atau Pasal 359 KUHP, dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.

Baca juga: Pakar Forensik: Gregorius Tannur patut dijerat Pasal 338
Baca juga: PKB nonaktifkan Edward Tannur dari Komisi IV DPR RI

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023