Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Selasa pagi, turun menjadi Rp9.054/9.064 dibanding hari sebelumnya Rp9.035/0.055 atau melemah 19 poin, menyusul spekulasi melepas mata uang lokal dari pelaku asing.
"Aksi lepas rupiah itu, karena pelaku pasar menilai saatnya untuk mencari untung setelah rupiah dalam beberapa hari menguat hingga mendekati level Rp9.000 per dolar AS," kata Analis Valas Bank Sudara, Yusuf, di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan merosotnya rupiah juga tertekan oleh para pelaku asing yang ragu-ragu untuk memegang yen lebih lama, karena dikhawatirkan tidak akan menguntungkan.
Apalagi bank sentral Jepang (BOJ) menyatakan, suku bunga nol persen masih 'desirable' untuk pertumbuhan ekonomi di dalam negeri, meski tetap memperhatikan pergerakan inflasi, katanya.
Rupiah, lanjutnya saat ini memang agak tertekan pasar regional, saham-saham di Asia cenderung merosot seperti Indeks Nikkei melemah 0,61 persen, indek Kospi, Korsel, turun 0,26 persen dan indeks S&P/ASX 200 merosot 0,31 persen.
Penurunan saham-saham di Asia itu terutama akibat melemahnya harga minyak mentah dunia yang menekan saham-saham teknologi, katanya.
Meski demikian, menurut dia, rupiah masih berpeluang untuk bisa mencapai level Rp9.000 per dolar AS, namun kenaikannya untuk menuju ke sana agak berat, apalagi pelaku pasar juga menunggu kelanjutan dari Bank Indonesia (BI) apakah penurunan BI Rate berlanjut.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah mengatakan, BI rate yang terus menerus turun atau turun terlalu cepat belum tentu baik bagi perekonomian karena bisa membuat rupiah tidak diminati lagi.
"Jangan-jangan penurunan BI rate yang cepat bukan mengakibatkan investasi masuk tapi rupiah menjadi dolar (rupiah tidak diminati lagi)," katanya.
Banyak kalangan mengatakan bahwa BI rate tersebut masih tinggi dan belum dapat menyebabkan suku bunga kredit yang dapat diterima para pengusaha.
"Jadi pantasnya BI Rate turun dengan hati-hati dan mempertimbangkan berbagai persoalan, baik internal maupun eksternal. Itu yang harus dilakukan," kata Burhanuddin. (*)
Copyright © ANTARA 2006