Jakarta (ANTARA News) - Rapat paripurna DPR Selasa mulai pukul 09.00 WIB akan mengesahkan RUU Pemerintahan Aceh (PA) menjadi UU. Ketua Pansus RUU PA dari Fraksi Partai Golkar, Ferry Mursidan Baldan, di DPR Selasa mengatakan jika tak ada aral melintang, semua fraksi DPR akan menyetujui RUU PA untuk disahkan menjadi UU. Semua fraksi-fraksi di DPR sebelumnya setuju untuk membawa RUU Pemerintahan Aceh ke pembahasan tingkat dua dalam rapat paripurna DPR untuk disahkan menjadi undang-undang. Dalam pembahasan Pansus pekan lalu, semua fraksi di DPR berharap setelah disahkan menjadi UU, UU PA dapat mengakhiri derita rakyat Aceh yang selama ini didera oleh konflik dan bencana tsunami. Kesemua fraksi itu adalah FPG, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP), Fraksi Partai Demokrat (FPD), Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP), Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (FBPD), Fraksi Partai Bintang Reformasi (FPBR), Fraksi Partai Damai Sejahtera (FPDS). Fraksi Partai Demokrat menyatakan, kekhususan dalam Pemerintahan Aceh sesuai dengan karakter masyarakat Aceh yang khas. FPD berharap UU PA segera dapat memakmurkan rakyat Aceh. FPD berharap Pemerintah Pusat secara serius memberikan kesempatan pada rakyat Aceh untuk membangun dirinya dan Pemerintah Pusat harus membatasi diri untuk membangun Aceh. FPPP menyatakan UU PA diharapkan dapat menjamin kelangsungan syariat Islam dan dapat memperkuat NKRI. Dua fraksi besar, F-Partai Golkar dan FPDIP juga berharap UU PA dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pembangunan di Aceh serta memperkuat persatuan dalam bingkai NKRI. FPDIP menyatakan RI terlalu luas untuk diselenggarakan secara sentralistik maka jalan keluarnya adalah pembangunan dengan sistem desentralisasi. FPDIP mengemukakan pelaksanaan syariat Islam di Aceh dijalankan dalam bingkai sistem hukum nasional. Ketua Panja Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (RUU PA), RK Sembiring Meliala, sebelumnya menyampaikan hasil kerjanya. Beberapa poin penting yang dihasilkan Panja antara lin menyangkut kewenangan Pemerintah Pusat dalam hubungannya dengan Pemerintahan Aceh. Ketua Panja mengatakan, masalah luar negeri, pertahanan keamanan, yustisi, moneter dan masalah-masalah tertentu bidang agama menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Poin penting lainnya adalah mengenai judul RUU PA yang tidak mengalami perubahan, kata Ketua Panja. Dia menambahkan, dalam RUU PA, ada perubahan kata dari kata "memberikan persetujuan" jadi "memberikan pertimbangan". Dengan perubahan kata itu maka jika Pemerintah Pusat membuat kebijakan yang terkait dengan Aceh maka DPR Aceh memberikan "pertimbangan" dan bukan memberikan "persetujuan". Dalam pengelolaan bandara dan laut Aceh, PAB diberi kewenangan untuk memanfaatkannya. Panja juga memutuskan, dalam hal menjalin hubungan dengan luar negeri, PA disebut sebagai bagian Republik Indonesia. Mengenai parpol lokal, Panja menetapkan bahwa Parpol lokal dapat berafiliasi dan bekerja sama dengan dengan parpol nasional. (*)
Copyright © ANTARA 2006