Baghdad (ANTARA News) - Serangan-serangan yang sebagian besar ditujukan pada pasukan keamanan Irak menewaskan 12 orang, Minggu, kata sejumlah pejabat.
Dalam insiden terburuk, serangan-serangan bom dan penembakan menewaskan empat polisi di dan sekitar kota Mosul, Irak utara, dan tiga prajurit di provinsi wilayah barat, Anbar, kata mereka.
Kedua wilayah itu umumnya berpenduduk Arab Sunni, kelompok masyarakat minoritas yang selama beberapa bulan ini mengeluhkan apa yang mereka sebut pentargetan dan diskriminasi terhadap mereka oleh aparat pemerintah.
Di Baghdad, serangan-serangan menewaskan lima orang, termasuk seorang polisi.
Dengan korban-korban terakhir itu, lebih dari 440 orang tewas dalam kekerasan sepanjang bulan ini.
Serangan-serangan itu terjadi setelah gelombang kekerasan menewaskan lebih dari 240 orang dalam tujuh hari pada akhir April, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai kembalinya kerusuhan sektarian yang menewaskan puluhan ribu orang.
Kekerasan itu merupakan yang terakhir dari gelombang pemboman dan serangan bunuh diri di tengah krisis politik antara Perdana Menteri Nuri al-Maliki dan mitra-mitra pemerintahnya dan pawai protes selama beberapa pekan yang menuntut pengunduran dirinya.
Lebih dari 450 orang tewas dalam kekerasan pada April, sementara jumlah kematian pada Maret mencapai 271.
Sepanjang Februari, 220 orang tewas dalam kekerasan di Irak, menurut data AFP yang berdasarkan atas keterangan dari sumber-sumber keamanan dan medis.
Irak dilanda kemelut politik dan kekerasan yang menewaskan ribuan orang sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.
Selain bermasalah dengan Kurdi, pemerintah Irak juga berselisih dengan kelompok Sunni.
Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember 2011 mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni.
Pejabat-pejabat Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Wakil Presiden Tareq al-Hashemi pada 19 Desember 2011 setelah mereka memperoleh pengakuan yang mengaitkannya dengan kegiatan teroris.
Puluhan pengawal Hashemi, seorang pemimpin Sunni Arab, ditangkap dalam beberapa pekan setelah pengumuman itu, namun tidak jelas berapa orang yang kini ditahan.
Hashemi, yang membantah tuduhan tersebut, bersembunyi di wilayah otonomi Kurdi di Irak utara, dan para pemimpin Kurdi menolak menyerahkannya ke Baghdad.
Pemerintah Kurdi bahkan mengizinkan Hashemi melakukan lawatan regional ke Qatar, Arab Saudi dan Turki.
(M014)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013