Haikou, China (ANTARA) - Walau telah setengah abad meninggalkan Indonesia, pasangan itu tetap menjaga hubungan erat dengan para kerabat dan sahabat mereka di tempat kelahirannya dan tetap fasih berbahasa Indonesia.

Ukiran kayu nan indah, alunan lagu tradisional Indonesia, dan semerbak aroma kari yang menggoda, nuansa Asia Tenggara yang kental langsung menyambut para pengunjung di restoran Indonesia "Istana" di Kota Xinglong, Provinsi Hainan, China selatan, lapor Xinhua pada Rabu.

Pemilik restoran tersebut adalah Du Tianjiang (84) dan istrinya Liang Huizhen (83) yang lahir di Provinsi Jawa Timur dan kembali ke China pada 1960-an.

Restoran ini dibuka pada 2011 dan dengan cepat mendulang popularitas di kalangan komunitas warga Tionghoa perantauan yang kembali dari Asia Tenggara, sebuah tren yang dimulai pada 1950-an.

"Anak saya mendorong kami untuk membuka restoran khas Indonesia, karena dia memang suka makanan Indonesia yang saya masak sejak dia masih kecil," ujar Liang, yang menggambarkan restoran tersebut sebagai jembatan emosional antara dirinya dengan negara kepulauan di Asia Tenggara ini.

​​​​​​Saudara perempuan Liang juga mengelola sebuah restoran dengan nama yang sama di Indonesia.

Saus bumbu menjadi kunci dari masakan Indonesia. Untungnya, sebagian besar bahan saus bumbu, seperti kunyit, serai, dan daun salam, ditanam secara lokal di Xinglong dan dapat ditemukan di pasar-pasar kota ini, ujar Liang.

Dia menuturkan bahwa restorannya semula berusaha mempertahankan cita rasa Indonesia yang autentik, namun hal itu tidak mudah diterima oleh lidah para pengunjung karena rasanya yang pedas.

Kemudian, dia pun mulai memodifikasi resep dengan mempertimbangkan selera masyarakat lokal, dan ternyata kreasinya itu disukai oleh semakin banyak wisatawan China

"Bahkan, banyak wisatawan Indonesia juga mengakui masakan kami, dan mengatakan masakan kami tak kalah enak dari masakan di Indonesia. Mereka menyarankan saya membuka restoran di Indonesia," kata Liang sambil tersenyum.

Restoran "Istana" menjadi terkenal di media sosial China berkat masakan khas Nusantara yang dihidangkannya, seperti soto ayam, gado-gado, dan kari ayam.

Pasangan suami istri itu mengatakan bahwa basis pelanggan mereka telah meluas hingga mencakup para pencinta kuliner China yang gemar menjajal berbagai masakan dan warga Indonesia yang rindu akan tanah air mereka.

"Mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang belajar di Haikou (ibu kota Provinsi Hainan) pun makan di restoran kami, dan berkunjung ke sini pada akhir pekan," tutur Du.

Dia menambahkan bahwa mereka sangat senang dapat menjamu Konsul Jenderal Indonesia untuk Guangzhou Ben Perkasa Drajat di restoran mereka, dan sang diplomat bahkan memuji hidangan mereka.

Pada Februari, pasangan itu menerima sertifikat "Heritage Indonesian Food Restaurant" dari sang konsul jenderal, yang menyatakan bahwa restoran mereka "dapat menjadi duta masakan Indonesia, mempromosikan budaya dan masakan Indonesia di Xinglong, serta terus berkembang dan sukses."

Pasangan lansia itu mengaku bangga dengan penghargaan yang mereka terima dan sedang berupaya mewariskan keahlian mereka dalam membuat saus bumbu.

"Kami akan terus mempromosikan warisan kuliner Indonesia, dan kami berharap dapat menjadi jembatan persahabatan antara China dan Indonesia," ujar Du.

Sebenarnya, Du telah melakukan upaya dalam pertukaran antara kedua negara selama bertahun-tahun, dengan bertindak sebagai duta pertukaran nonpemerintah.

"Karena kami berbicara dalam bahasa yang sama dan memiliki hubungan yang lebih lama dengan Indonesia," katanya.

Ia seraya menambahkan bahwa sebagai mantan ketua Perhimpunan Warga Tionghoa Perantauan Indonesia di Xinglong (Xinglong Indonesian Overseas Chinese Association), Du pernah memimpin rombongan kesenian muda setempat untuk mengunjungi Indonesia, serta menjadi tuan rumah bagi sejumlah delegasi Indonesia yang berkunjung ke Hainan untuk pertukaran budaya.

"Saya yakin kami telah melakukan beberapa pekerjaan hebat dalam menjaga persahabatan antara China dan Indonesia selama 60 tahun terakhir," tutur Du.


Penerjemah: Xinhua
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2023