Jakarta, (ANTARA News) - Sejumlah warga Jakarta Barat semakin sulit memeroleh air yang layak minum karena buruknya kualitas air tanah yang kini cenderung sudah terkena resapan air laut. Arni (40), warga kelurahan Glodok mengatakan, air tanah yang ia konsumsi saat ini sudah tercampur air laut karena rasanya agak asin. "Coba saja mbak kumur-kumur sedikit, pasti akan terasa asin. Padahal sudah dicampur sama air PAM (Perusahaan Air Minum), tapi tetap saja terasa asin, jadi tidak enak kalau untuk sikat gigi," ujar perempuan yang memiliki dua anak itu, di Jakarta, Senin (10/7). Menurut dia, air tanah yang ia konsumsi tidak berwarna dan bening seperti air bersih pada umumnya. Tetapi ketika musim hujan datang, terutama ketika hujan begitu deras, air tanah yang keluar akan berwarna kecoklatan, hampir seperti lumpur. Pada musim kemarau air tanah yang keluar dari sumur cenderung memiliki volume relatif lebih sedikit dibandingkan saat musim hujan. Senada dengan itu, Panji, seorang warga Jakarta Barat lainnya mengatakan ia sempat mengonsumsi air tanah sebelum kemudian berlangganan dengan PAM. "Dulu rumah saya sempat menggunakan air tanah, tetapi lama kelamaan air yang keluar menjadi agak kekuningan dan rasanya agak asin,"katanya. Kondisi demikian membuat Panji segera berlangganan dengan PAM yang airnya relatif tidak berwarna dan tidak berbau. Mengenai, apakah air tanah ataupun air PAM yang ia konsumsi tercemar oleh bakteri e-coli, keduanya belum mengetahuinya, karena waktu itu walaupun air tanah yang ia konsumsi berwarna kuning, ia dan keluarga tidak pernah mengalami sakit perut. "Kalau soal sakit, saya dan keluarga tidak pernah sakit gara-gara minum air tanah, begitu juga air PAM," kata lelaki yang memiliki usaha Wartel itu. Hal itulah, menurut Panji, yang membuat kebanyakan penduduk di tempatnya tinggal berlangganan PAM. Cici, seorang warga Jakarta Barat yang sehari-harinya menjadi pedagang kue mengatakan sebenarnya ia lebih senang jika bisa mengonsumsi air tanah, karena seringkali air dari PAM memiliki rasa kaporit. "Waktu masih pakai air tanah kita bebas dan tidak perlu takut kalau air PAM nya mati, walaupun airnya agak berwarna kekuningan," katanya. Ketika berlangganan dengan PAM, Cici takut jika pasokan dari PAM terhenti, seperti pernah terjadi kurang lebih setahun yang lalu. Akibatnya ia harus membeli air untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. "Entah kenapa kualitas air tanah di sini tidak terlalu baik, sehingga warga lebih memilih air PAM. Tapi mungkin karena air laut sudah bercampur masuk ke dalam tanah ya, soalnya memang air tanah di sini rasanya agak asin,"ujar perempuan yang rumahnya berdekatan dengan klenteng Petak Sembilan.(*)

Copyright © ANTARA 2006