Jakarta, 25/5 (ANTARA) -- Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) bagi nelayan, sangat penting. Mengingat 60% biaya produksi adalah untuk membeli BBM. Terkait dengan penyediaan BBM bagi nelayan, di daerah-daerah tertentu kecukupan suplai BBM bersubsidi bagi nelayan belum sepenuhnya terpenuhi. Terutama pada saat musim ikan kebutuhan BBM akan melonjak drastis. Terkait dengan hal tersebut, Presiden telah memberikan arahan agar KKP bekerjasama dengan Kementerian ESDM dan PT. Pertamina agar dapat memfasilitasi pembangunan 1.000 Solar Packed Dealer untuk nelayan (SPDN) di sentra-sentra perikanan. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo, pada peringatan Hari Ulang Tahun ke-40 HNSI, di PPP Lempasing Lampung, Sabtu (27/05).
Sharif menjelaskan, saat ini KKP telah memfasiliatsi pembangunan 291 unit SPDN di seluruh Indonesia. Untuk tahun anggaran 2012–2013 yang lalu telah merampungkan pembangunan 48 unit SPDN guna meningkatkan ketersediaan bahan bakar minyak bersubsidi bagi nelayan. Jumlah ini masih relatif kecil jika dibanding luas laut Indonesia. Minimal Indonesia memiliki 808 unit SPDN sesuai dengan jumlah pelabuhan perikanan yang tersebar di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Tanah Air. “Jumlah SPDN memang harus terus ditambah. Pasalnya, tanpa ketersediaan SPDN, nelayan kecil terpaksa membeli solar dengan harga 30% lebih mahal, bahkan hingga 300% lebih mahal dari harga BBM bersubsidi,” tandasnya.
Menurut Sharif, melihat berbagai persoalan yang dihadapi nelayan, pemerintah melalui KKP telah dan terus melakukan beragam upaya, baik yang bersifat reguler maupun terobosan. Berbagai program dan kegiatan untuk memberdayakan nelayan terus dilakukan. Diantaranya, program Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN), Pengembangan Usaha Mina Perdesaan (PUMP), Sertifikasi Hak Atas Tanah Nelayan (SeHAT Nelayan) serta Pengembangan diversifikasi usaha dan kemitraan. “Program lain seperti fasilitasi peningkatan akses permodalan nelayan; agar dapat mengakses permodalan dari lembaga keuangan, fasilitasi asuransi nelayan serta penguatan kelembagaan usaha nelayan seperti KUB dan Koperasi Perikanan, juga telah dilaksanakan,” jelasnya.
KKP, tandas Sharif, juga telah melaksanakan bantuan kapal perikanan, sarana penangkapan ikan, dan sarana penanganan ikan di atas kapal, termasuk di dalamnya pengadaan Kapal INKA MINA dengan ukuran 30 GT. Khusus mengenai pengadaan Kapal INKA MINA, program ini merupakan implementasi dari kepedulian Presiden agar nelayan kita dapat meningkatkan daya saing dan skala usahanya serta mampu memanfaatkan sumber daya ikan hingga ZEEI, bahkan laut lepas. Pada gilirannya, dengan bantuan kapal ini, nelayan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Dalam perencanaan dan pembangunannya harus mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan dalam operasionalisasi dan pemeliharaannya, harus dipastikan bahwa kapal INKA MINA ini dapat beroperasi dengan baik dan berkelanjutan. “Tentunya hal ini tidak hanya menjadi tanggung jawab nelayan penerima yang tergabung dalam KUB (Kelompok Usaha Bersama) tetapi juga membutuhkan peran dari pihak terkait, termasuk dari Dinas Kelautan dan Perikanan setempat dan juga HNSI.” katanya.
Mitra Strategis
Sharif menandaskan, keberadaan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) sebagai wadah nelayan Indonesia dapat turut serta memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi nelayan. HNSI dapat mendorong terciptanya transformasi, baik di bidang sosial, ekonomi dan budaya agar nelayan lebih maju, mandiri dan mampu mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan. HNSI dapat memfasilitasi penguatan peran nelayan untuk berpartisipasi dalam proses-proses pembangunan. “Posisi ini menempatkan peran kelembagaan HNSI sebagai mitra strategis pemerintah,” tegasnya.
Menurut Sharif, peran HNSI ke depan akan semakin penting, terutama dalam memfasilitasi dan memperkuat pemberdayaan nelayan untuk meningkatkan kemandirian. Disamping itu, HNSI harus dapat memperkuat kerjasama dan kemitraan dengan organisasi di bidang perikanan yang lain untuk memajukan sektor perikanan. Organisasi ini juga diharapkan dapat meningkatkan partisipasi nelayan dalam berbagai kegiatan pembangunan, baik yang dilakukan oleh HNSI, pemerintah, maupun pihak-pihak lain yang berkontribusi. “Mempertahankan eksistensi organisasi hingga bisa memasuki usia yang ke-40, tentu saja bukanlah perkara mudah, terlebih bagi organisasi yang berbasis profesi. Sangat sedikit organisasi profesi yang mampu bertahan lama dan memberikan banyak kontribusi seperti HNSI. Oleh karena itu, saya ucapkan selamat bagi saudara-saudara semua,” tegasnya.
HUT HNSI ke-40 ini yang mengusung tema “Nelayan Peduli Lingkungan”, menurut Sharif, sangat relevan dengan pandangan dan kebutuhan saat ini. Inisiatif HNSI untuk mengangkat isu lingkungan sangat sejalan dengan kebijakan yang dicanangkan KKP melalui industrialisasi kelautan dan perikanan berbasis ekonomi biru (blue economy) sebagai solusi strategis untuk penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. KKP memberikan apresiasi dan sangat mendukung berbagai upaya pengembangan inovasi teknologi di bidang kelautan dan perikanan, baik yang dikembangkan oleh organisasi, perguruan tinggi, dunia usaha maupun oleh masyarakat. Berbagai inovasi tersebut diharapkan dapat diterapkan secara luas untuk meningkatkan daya saing, nilai tambah, dan produktivitas usaha perikanan. “Terlebih lagi, saya mendapatkan informasi bahwa dalam acara ini, HNSI akan meluncurkan “Pilot Project Blue Energy HNSI” berupa mesin elektrik untuk kapal nelayan. Mari kita berikan aplaus sebagai apresiasi atas inisiatif HNSI dalam merintis pilot project ini,” ujarnya.
Peran Penting Nelayan
Sharif menegaskan, sebagai pelaku utama di sub sektor perikanan tangkap, nelayan mempunyai peran yang besar dalam mengembangkan sektor kelautan dan perikanan. Diantaranya, menyediakan bahan pangan bergizi bagi masyarakat, menyediakan bahan baku untuk kegiatan usaha di sektor hilir serta turut serta dalam menjaga dan menegakkan kedaulatan bangsa di laut. Sebagaimana halnya petani, keberadaan nelayan sering menjadi perhatian nasional, baik oleh pemerintah, kalangan legislatif, media massa, perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan, maupun lembaga swadaya masyarakat. Ini artinya nelayan mendapat posisi yang sangat penting dalam pembangunan di tanah air. “Oleh karena itu, keberadaan nelayan demikian penting dan akan selalu mewarnai dinamika pembangunan perikanan,” tandasnya.
Sharif mengakui, persoalan perikanan, khususnya yang terkait dengan nelayan begitu kompleks. Banyak sekali masalah yang masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama antara pemerintah dan para pemangku kepentingan, seperti belum kuatnya akses nelayan terhadap sumber-sumber pembiayaan, teknologi dan pasar. Di sisi lain, terlihat masih terdapat sistem budaya yang menghambat nelayan untuk maju, misalnya adat istiadat yang kurang terbuka terhadap hal-hal baru, tata kelola keuangan yang belum kondusif dan lain-lain. “Ditambah lagi dengan risiko kerja yang tinggi di laut, ketergantungan dengan faktor alam, ketergantungan terhadap BBM sebagai komponen utama usaha, serta sering terjadinya konflik antar kelompok nelayan yang mengakibatkan rentannya profesi nelayan oleh tekanan eksternal,” jelasnya.
Sharif menambahkan, tantangan dalam pembangunan kelautan dan perikanan ke depan semakin banyak. Oleh karena itu diperlukan sinergi antara Pemerintah, dunia usaha, akademisi, organisasi nelayan dan masyarakat agar pengembangan sektor kelautan dan perikanan dapat terus mengalami kemajuan dan lebih berdaya saing. “Khusus untuk para nelayan yang saya banggakan, saya harapkan konflik antar kelompok dapat dihindari, karena hal tersebut akan kontraproduktif dan akan merugikan pihak nelayan sendiri. Oleh karena itu kepada HNSI saya berharap agar dapat berperan aktif untuk memfasilitasi dan menjalankan fungsi intermediasi agar potensi-potensi konflik yang ada di masyarakat nelayan dapat diredam dan dicarikan solusinya,” tandasnya.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Indra Sakti, SE, MM, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP.0818159705)
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013