"Self harm itu bisa seperti sebuah cara dia menyelesaikan masalah," kata dia dalam sebuah acara kesehatan yang digelar secara hybrid, Selasa.
Seseorang melukai diri biasanya merasakan perasaan tidak nyaman, emosi sangat bergejolak yang tidak bisa dia kelola atau tak tahu cara mengelolanya. Dia juga dapat merasakan hampa terus-menerus dan hatinya merasa tak nyaman. Hal ini luar biasa tidak enak ketimbang menyiksa diri.
Baca juga: BPJS Kesehatan pertimbangkan rawat pasien lukai diri sendiri
"Jadi, dia pindahkan rasa enggak enaknya ke melakukan menyiksa diri tadi, dengan cutting," tutur Petrin.
Menurut dia, biasanya dokter akan melakukan psikoterapi agar seseorang yang menyiksa diri itu lebih bisa menceritakan apa yang dia alami.
Selanjutnya dokter membantunya pelan-pelan mengenali perasaan sampai akhirnya pasien cukup bisa tenang, lebih bisa mengatur emosinya sehingga tidak perlu menyiksa dirinya. Selain itu, dokter juga dapat memberikan obat-obat tertentu.
"Tetapi prosesnya memang lama, enggak cuma sekali psikoterapi langsung sembuh. Bisa sampai bulan, tahun, tergantung kondisinya," kata Petrin.
Baca juga: Kemenkes: Tindakan melukai diri perlu ditanggung BPJS Kesehatan
Kemudian, mengenai aksi sekumpulan remaja menghentikan laju truk yang sempat viral beberapa waktu lalu, Petrin berpendapat perlunya mempelajari dulu motif mereka karena bisa jadi sekadar coba-coba atau ingin mencari perhatian.
"Bisa jadi kalau kita eksplorasi ada depresinya, makanya kami harus bantu supaya dia tidak mengambil cara-cara beradaptasi yang berisiko," kata dia.
Petrin menambahkan tentang perlunya remaja membentuk identitas dan aktualisasi diri. Nantinya, apabila mereka sudah bisa mengaktualisasi diri dengan cara baik, maka tak perlu lagi melakukan cara-cara seperti menghentikan laju truk atau perilaku berisiko lainnya.
Baca juga: Gejala depresi remaja bukan hanya perasaan sedih
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023