Nagoya, Jepang (ANTARA News) - Suatu saat pasokan energi fosil yangdiperlukan untuk membakar mesin semiliar lebih mobil di seluruh duniamenyusut drastis ketika konsumsi energi fosil malah meningkat.

Mengutip Badan Informasi Energi AS (EIA), konsumsi global energi fosiltelah melewati kapasitas produksinya. Tahun ini konsumsi angkanyadiperkirakan mencapai 90 juta barel per hari, lalu naik lagi menjadi 91,3juta barel per hari pada 2014.

Lalu, bayangkan dampak lepasan gas karbondikosida akibat pembakaran energifosil oleh mesin miliaran mobil terhadap lingkungan.

Kualitas alam menurun, sistem iklim kacau, dan kemudian mencipta pemanasanglobal karena dipicu konsentrasi besar gas CO2 hasil pembakaran energifosil yang juga kemudian disebut efek gas rumah kaca.

Dalam soal ini, Badan Nasional Kesamuderaan dan Atmosfer Amerika Serikat(NOAA) menyampaikan fakta mencengangkan bahwa efek gas rumah kaca mencapaitingkat yang tak pernah terlihat pada lima juta tahun lalu, yaitu 400 ppm(parts per million).

"Tingkat CO2 biasanya berfluktuasi antara 200 dan 300 ppm antara priodepanas dan zaman es, namun sejak revolusi industri, konsentrasi gas iniperlahan naik, lalu naik drastis belakangan ini," lapor NOAA.

Perubahan iklim dunia ini tak hanya mempengaruhi alam, tapi juga kehidupansehari-hari manusia, kata Program Riset Perubahan Global AS (GCRP) .

Harga makanan memahal karena pangan kian sulit ditanam. Air bersih kiansulit didapat karena sumber air mengerling. Muka air laut terus naiksehingga mengusir jutaan manusia di seluruh dunia, sementara kebakaranmakin cepat menyebar.

Banyak sekali yang tak mempedulikan kenyataan ini, tapi sejumlah pihakjustru gundah gulana, termasuk produsen otomotif raksasa asal Jepang,Toyota Motor Corporation (TMC).

Sejak 20 tahun silam perusahaan ini berusaha menjawab tantangan kiantergantungnya dunia pada kian langkanya energi fosil dan kianterdegradasinya alam ini dengan membuat satu proyek masa depan yangkemudian dikenal sebagai "mobil hibrida".

Beberapa tahun setelah proyek yang awalnya dinamai G21 ini dipromosikanpada 1993, formula hibrida menjadi penting.

"Kendaraan hemat energi dan ramah lingkungan adalah niscaya untuk era inidan mendatang," kata General Manager Departemen Komunikasi Global TMCKeisuke Kirimoto di Nagoya, Jepang.

"Mobil abad 21"


Mengapa Toyota memilih mobil hibrida, bukan mobil listrik yang juga iritdan ramah lingkungan?"Kendaraan listrik menghadapi masalah dengan jangkauan dan waktu pengisiansehingga paling cocok untuk jarak pendek," kata Managing Officer TMCSatoshi Ogosi kepada puluhan wartawan Asia di Toyota City, Jepang,pertengahan pekan ini.

Pada musim gugur 1993, Toyota membentuk tim untuk mengembangkan kendaraanhemat energi dan ramah lingkungan yang kelak dinamai "Prius". Tim inidiantaranya beranggotakan Ogiso yang saat itu menjadi salah seoranginsinyur Toyota.

"Saat itu hanya ada dua instruksi kepada tim kami. Satu, ciptakan 'mobilabad 21' , dan dua, ubah cara Toyota mengembangkan mobil denganmengembangkan kendaraan ini," kenang Ogiso.

Tim ini menerjemahkan perintah itu menjadi hasil nyata, diantaranyasetelah empelajari banyak rekomendasi ilmiah dan pakar.

"Kami mempertimbangkan banyak hal, dan akhirnya kami memutuskan menjawabisu-isu menyangkut motorisasi abad 21 dengan tetap mempertahankan kegunaandan kenyamanan yang seharusnya dimiliki kendaraan konvensional," paparOgiso.

16 tahun lalu itu dunia terus berdebat mengenai bagaimana masalahkelangkaan energi dan memburuknya kualitas udara dijawab manusia. Tapitim 'mobil abad 21' justru menciptakan satu jawaban nyata untuk itu.

"Atas nama Toyota, kami kemudian bertekad menemukan satu solusi danmenciptakan konsep 'mobil yang luar biasa irit bahan bakar," kata Ogiso.

Pada 1997 Toyota mengembangkan Prius, "kendaraan masa depan" bernyawamesin dan motor yang kemudian dinamai mobil hibrida.

"Mobil hibrida berbeda dari mobil listrik. Mobil hibrida tak membutuhkanpengisian eksternal;, sebaliknya bisa dipergunakan seperti kendaraanbiasa," kata Ogiso.

Mobil hibrida menjawab ketidakefisienan mobil konvensional dalammengonsumsi bahan bakar. Misalnya saat berhenti lama menunggu di lampumerah atau karena jalan macet, mesin tetap jalan dan menghisap banyakenergi. Ini jelas membuang percuma bensin.

Pada mobil hibrida ketidakefisienan ini diatasi oleh motor yang bergerakkarena suplai tenaga dari baterai, sehingga mesin bisa dimatikan sehinggamengirit pemakaian bensin. Inilah yang kemudian disebut Sistem HibridaToyota.

"Sejak generasi pertama Prius pada 1997, sistem ini berkembang pesat dandipasang pada berbagai model kendaraan," kata Ogiso.

Sistem mesin hibrida sukses menekan emisi CO2 dari pembakaran bahan bakar,sekaligus mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Mobil-mobil hibrida ini didesains untuk pas dengan kondisi alam mana pun.

"Mobil-mobil ini diuji pada jalan yang kasar dan banjir, lingkunganbersuhu rendah, bahkan dari interferensi elektromagnetik," jelas Ogiso.

Mobil hibrida Toyota ini disebut-sebut berdurabilitas sama dengankendaraan konvensional. "Baterai kendaraan hibrida telah dirancang amathati-hati dan sangat baik, bahkan tahan dari kekuatan yang amat merusaksekalipun," sambung Ogiso.

Kian populer


Kelebihan-kelebihan ini membuat Prius dan mobil hibrida Toyota lainnyakian populer,"Pada akhir Maret lalu, total kumulatif angka penjualan global mobilhibrida kami mencapai lebih dari 5 juta unit. Kami percaya kita tengahmemasuki fase baru dalam sejarah hibirida," kata Ogosi.

Mobil hibrida pun diyakini telah mencapai kepopuleran yang sesungguhnya.

Keyakinan ini bersesuaian dengan antusiasme masyarakat dan penyelenggaranegara.

Kontribusinya bagi penciptaan sistem pemakaian energi yang efisien danmenekan emisi gas karbon yang bisa memperburuk pemanasan global, membuatToyota diganjar pemerintah Jepang dengan insentif pembebasan pajak.

Insentif ini dimanfaatkan Toyota untuk lebih mempopulerkan kendaraangenerasi berikutnya yang makin irit bahan bakar dan kian ramah lingkungan.

Untuk bagian terbesar pasar otomotif dunia, hibrida memang masih terlalusulit didapat, namun ini adalah sistem yang harus diakui sebagaisetidaknya satu jawaban untuk ketergantungan pada energi fosil dandegradasi kualitas alam.

Bagi Jepang sendiri, promosi inisiatif-inisiatif ramah lingkungan yangmenekan ketergantungan pada energi fosil yang kian langka dan terbuktimakin merusakkan lingkungan ini membuat negeri ini bisa mengharmonikanindustri dengan lingkungan yang tetap bersih.

Gambarannya terlihat pada luas hutan Jepang yang mencapai 67 persen daritotal wilayahnya, padahal menurut Organisasi Pangan Dunia (FAO) rata-rataluas hutan dunia hanya 30 persen. Di sudut mana pun wilayah Jepang,pohon-pohon hijau angkuh berdiri menyehatkan alam.

Proporsi luas hutan Jepang ini mengalahkan Indonesia yang pada 2012memiliki luas hutan 52,13 persen dari total wilayahnya.

Mungkin tak adil membandingkan pencapaian Jepang dengan misalnyaIndonesia, tapi bagaimana mereka menyadari dunia kian tidak ramah sehinggalangkah-langkah untuk memperbaikinya perlu segera dilakukan adalah sungguhbahan ajar penting bagi siapa pun,Ini bukan semata demi masa kini, namun juga untuk masa depan dan anak cucumanusia. (*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013