Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau Kak Seto meminta Dewan Pers terus menegakkan pedoman pemberitaan ramah anak untuk mencegah perundungan atau bullying yang marak terjadi di satuan pendidikan.
"Kami meminta Dewan Pers untuk lebih aktif memastikan pemahaman dan penegakan pedoman pemberitaan ramah anak," kata Kak Seto dalam jumpa pers LPAI tentang perlindungan anak secara daring di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan, selama ini telah tertera Peraturan Dewan Pers nomor 1/Peraturan-DP/II/2019 yang mengatur tentang tata cara peliputan kasus yang menyangkut anak.
Dalam peraturan tersebut, terdapat 12 poin yang disebutkan, yaitu merahasiakan identitas anak utamanya terduga dan atau tersangka, pemberitaan ditulis dengan faktual menggunakan kalimat/narasi/visual/audio yang positif, empati dan tidak mendeskripsikan atau merekonstruksi peristiwa yang bersifat seksual dan sadistis.
Kemudian, tidak menggali informasi terkait hal-hal di luar kapasitas anak, penggunaan visual dalam mendukung berita tidak boleh menyiarkan identitas atau asosiasi identitas anak, pemberitaan mempertimbangkan dampak negatif terhadap psikologi anak, dan tidak menggali informasi anak yang dilindungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Selanjutnya, tidak mewawancarai saksi anak dalam kasus dimana pelaku belum ditangkap atau ditahan, menghindari pengungkapan identitas korban kejahatan seksual kecuali pada kasus penculikan identitas boleh diungkapkan, sementara identitas anak terlibat kasus Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) atau politik tidak boleh diungkap, dan tidak membuat pemberitaan berdasarkan materi media sosial dan menghormati ketentuan Undang-Undang Peradilan Pidana Anak.
Kak Seto menyarankan agar pemberitaan terkait anak tidak dibuat terlalu terbuka, dengan susunan bahasa yang tidak provokatif dan tidak memicu anak untuk melakukan perbuatan yang merugikan.
Ia juga memberikan rekomendasi agar ada pelatihan terkait hak anak tidak hanya pada wartawan, tetapi juga pada semua pengguna media sosial.
"Pelatihan terkait hak anak, sistem peradilan anak dan pedoman pemberitaan ramah anak agar tidak hanya pada wartawan tetapi pada semua pengguna media sosial," ucapnya.
Adapun Seto menekankan agar dalam setiap pemberitaan yang ditayangkan selalu mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Anak nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Sebelumnya, Kasubdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Agus Suryo Suripto mengatakan keluarga berperan penting dalam upaya mencegah terjadinya perundungan pada anak.
"Kami meminta Dewan Pers untuk lebih aktif memastikan pemahaman dan penegakan pedoman pemberitaan ramah anak," kata Kak Seto dalam jumpa pers LPAI tentang perlindungan anak secara daring di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan, selama ini telah tertera Peraturan Dewan Pers nomor 1/Peraturan-DP/II/2019 yang mengatur tentang tata cara peliputan kasus yang menyangkut anak.
Dalam peraturan tersebut, terdapat 12 poin yang disebutkan, yaitu merahasiakan identitas anak utamanya terduga dan atau tersangka, pemberitaan ditulis dengan faktual menggunakan kalimat/narasi/visual/audio yang positif, empati dan tidak mendeskripsikan atau merekonstruksi peristiwa yang bersifat seksual dan sadistis.
Kemudian, tidak menggali informasi terkait hal-hal di luar kapasitas anak, penggunaan visual dalam mendukung berita tidak boleh menyiarkan identitas atau asosiasi identitas anak, pemberitaan mempertimbangkan dampak negatif terhadap psikologi anak, dan tidak menggali informasi anak yang dilindungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Selanjutnya, tidak mewawancarai saksi anak dalam kasus dimana pelaku belum ditangkap atau ditahan, menghindari pengungkapan identitas korban kejahatan seksual kecuali pada kasus penculikan identitas boleh diungkapkan, sementara identitas anak terlibat kasus Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) atau politik tidak boleh diungkap, dan tidak membuat pemberitaan berdasarkan materi media sosial dan menghormati ketentuan Undang-Undang Peradilan Pidana Anak.
Kak Seto menyarankan agar pemberitaan terkait anak tidak dibuat terlalu terbuka, dengan susunan bahasa yang tidak provokatif dan tidak memicu anak untuk melakukan perbuatan yang merugikan.
Ia juga memberikan rekomendasi agar ada pelatihan terkait hak anak tidak hanya pada wartawan, tetapi juga pada semua pengguna media sosial.
"Pelatihan terkait hak anak, sistem peradilan anak dan pedoman pemberitaan ramah anak agar tidak hanya pada wartawan tetapi pada semua pengguna media sosial," ucapnya.
Adapun Seto menekankan agar dalam setiap pemberitaan yang ditayangkan selalu mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Anak nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Sebelumnya, Kasubdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Agus Suryo Suripto mengatakan keluarga berperan penting dalam upaya mencegah terjadinya perundungan pada anak.
"Ketika kita bisa mengelola keluarga dengan benar, maka generasi yang dilahirkan itu adalah generasi berkualitas, tidak stunting, punya akhlak baik, memiliki rasa kasih sayang sesama manusia, empati kepada sesama, menghormati sesama, tidak ada bullying," kata Agus.
Baca juga: Kak Seto: Sekolah perlu libatkan OSIS dalam satgas anti perundungan
Baca juga: Kak Seto: Perundungan terjadi karena ada pembiaran
Baca juga: Praktisi sebut "mindfulness" dapat cegah perundungan di sekolah
Baca juga: Kak Seto: Sekolah perlu libatkan OSIS dalam satgas anti perundungan
Baca juga: Kak Seto: Perundungan terjadi karena ada pembiaran
Baca juga: Praktisi sebut "mindfulness" dapat cegah perundungan di sekolah
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023