Yayasan Lupus Indonesia (YLI) pada akhir pekan lalu mengadakan kegiatan "Lupus Goes To Nature" di sebuah perkemahan di Sukabumi, Jawa Barat untuk memperingati Hari Lupus Dunia 2013 yang jatuh pada 10 Mei.
Kegiatan kemah tersebut diikuti para Odapus (orang hidup dengan Lupus, red) dari berbagai daerah di Indonesia.
"Saya ingin membentuk para Odapus Indonesia menjadi penderita Lupus yang berkualitas dalam menjalani kehidupan dan berkreativitas, baik untuk diri sendiri maupun sesama," tutur Ketua Yayasan Lupus Indonesia Tiara Savitri mengungkapkan harapannya dalam pembukaan acara "Lupus Goes to Nature".
Tiara berharap peringatan Hari Lupus Dunia tidak hanya sekadar dengan mendengar dan membicarakan tentang penyakit ini. Oleh karena itu, ia ingin Hari Lupus tahun ini sebagai peringatan yang berkualitas.
Dia mengatakan ide untuk memperingati Hari Lupus Dunia dengan mengajak para odapus melakukan kegiatan di alam terbuka berawal dari pengalaman pribadinya sebagai penderita Lupus yang berhasil mendaki beberapa gunung di Indonesia.
"Tahun lalu saya dengan teman-teman peduli Lupus berusaha melakukan pendakian 12 gunung dalam satu tahun. Syukurlah saya berhasil mendaki 11 gunung, dan itu mematahkan anggapan bahwa seorang odapus tidak bisa melakukan kegiatan "outdoor"," ujarnya.
Tidak Ada Kendala
Dalam pandangan Tiara sebenarnya tidak ada kendala berarti yang membuat para Odapus tidak bisa sama sekali melakukan kegiatan fisik di alam terbuka asalkan tetap memperhatikan kondisi fisik dan tidak memaksakan diri.
"Sebenarnya tidak ada "kata" bahwa kita sama sekali tidak bisa berkegiatan di alam bebas. Hasil kongres di Argentina pun menyatakan bahwa gejala fotosensitif (sensitif terhadap sinar matahari,red) sudah bisa dieliminasi dari penyakit Lupus," katanya.
"Itu juga yang menginspirasi saya untuk mengadakan "Lupus Goes to Nature". Hanya pola pikir yang perlu diubah untuk yakin bahwa alam itu indah dan membuat kita jauh lebih sehat," tambahnya.
Dalam acara "Lupus Goes To Nature" yang diikuti sekitar 80 peserta itu, para odapus diajak untuk melakukan berbagai kegiatan dalam tiga hari, antara lain renungan malam di alam, "tracking" melalui hutan untuk menuju air terjun dan danau, serta kegiatan membatik, menganyam, dan merajut.
Jadi, bagi para Odapus yang merasa tidak mampu untuk "tracking" ke hutan dan ke danau, peserta itu tetap bisa mengekspresikan kreativitas diri dengan membatik atau merajut di alam terbuka.
Adapun tujuan dari beraktivitas di alam terbuka bagi Odapus itu, menurut Tiara, adalah untuk meningkatkan rasa percaya diri, melatih ketajaman panca indra, mempertebal ketabahan diri, kedisiplinan, dan keberanian.
Selain itu, kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan rasa keakraban dan persaudaraan serta mengukuhkan kerja sama antarsesama penderita Odapus, keluarga, dan sahabat.
Pada kesempatan itu, Tiara mengaku bangga melihat peserta odapus yang berhasil menempuh perjalanan melalui hutan menuju air terjun.
"Saya semakin yakin bahwa para odapus memang bisa melakukan kegiatan fisik di alam terbuka. Keberhasilan teman-teman ini membuktikan bahwa odapus lainnya harus mengubah paradigma dan ketakutan mereka," ucapnya.
Ketua YLI itu berharap kegiatan "Lupus Goes to Nature" merupakan pilot project yang nantinya dapat menjadi kegiatan tahunan dalam memperingati Hari Lupus Dunia.
"Melalui kegiatan ini kita akan memberi tahu kepada seluruh dunia bahwa odapus Indonesia adalah para penderita Lupus yang tetap hidup berkualitas," katanya.
Penyakit Autoimmune
Lupus merupakan penyakit menahun yang membuat zat kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan terhadap rangsangan dan benda asing dari luar yang masuk ke dalam tubuh. Dengan demikian, Lupus disebut sebagai autoimmune disease.
Dalam ilmu imunologi atau ilmu kekebalan tubuh, penyakit Lupus adalah kebalikan dari kanker atau HIV/AIDS.
Pada pasien Lupus, produksi antibodi yang seharusnya normal menjadi berlebihan sehingga antibodi itu tidak lagi berfungsi menyerang virus, kuman, dan bakteri yang masuk ke dalam tubuh, tetapi justru menyerang sel dan jaringan tubuh pasien.
Beberapa gejala awal yang dialami pasien Lupus, antara lain sakit pada sendi dan tulang, demam berkepanjangan bukan karena infeksi, anemia, dan cepat lelah.
Sedangkan gejala yang dialami pasien pada tahap lanjut penyakit Lupus, diantaranya bercak merah berbentuk seperti kupu-kupu (butterfly rash), ujung jari berwarna pucat kebiruan, kejang, sakit kepala, stroke, dan keguguran pada ibu hamil.
Kondisi fisik yang mudah lelah dan jatuh sakit itulah yang membuat para odapus seringkali dianggap tidak dapat melakukan aktivitas "berat" di alam terbuka, namun hal itu tidak selalu benar.
Alam bermanfaat
Sementara itu, pelatih fisik Rachmat Rukmanta mengatakan beraktivitas di alam terbuka sebenarnya sangat bermanfaat untuk menenangkan pikiran dan melatih raga para penderita Lupus sehingga bisa meningkatkan kondisi fisik menjadi lebih prima.
"Acara Lupus Goes to Nature ini mengajak teman odapus kembali ke alam dan bergerak. Kendala terbesar odapus dalam beraktivitas justru ketika mereka menanggulangi penyakit dengan menonaktifkan anggota gerak tubuh," katanya.
Rachmat mengatakan kegiatan di alam bagi para odapus dapat dirancang dengan ritme yang tidak terlalu cepat sehingga membuat peserta justru merasa nyaman ketika melakukan latihan fisik di tempat terbuka.
"Misalnya, kegiatan "tracking" ke air terjun ini jalannya tidak terlalu teknis sehingga odapus tidak perlu latihan khusus dulu. Namun, tetap perlu dijaga dengan melakukan senam pemanasan sekitar satu jam. Itu cukup untuk mengaktivasi anggota gerak tubuh mereka," jelasnya.
Adapun beberapa jenis pemanasan yang bisa dilakukan para odapus sebelum beraktivitas di alam terbuka, diantaranya latihan pernafasan, "stretching" untuk menjaga kelenturan tubuh dan mencegah cidera pada saat tubuh bergerak, serta gerakan-gerakan penguatan otot.
Untunglah sepanjang perjalanan melalui hutan menuju air terjun terdapat beberapa pos perhentian maka para peserta odapus yang merasa lelah dapat beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.
Terkait dengan ritme dan pola gerak, menurut dia, setiap orang yang berlatih fisik atau berolahraga memang harus menyesuaikan intensitas latihan dengan kondisi tubuh.
"Latihan fisik untuk odapus tetap harus dilakukan pada intensitas yang rendah, yaitu 60 persen dari denyut nadi maksimum dan sesuai dengan kemampuan odapus agar tidak sampai ke tingkat kelelahan yang berarti," tuturnya.
Rachmat menambahkan setiap manusia pada dasarnya memang membutuhkan olahraga atau latihan fisik secara teratur untuk kebugaran tubuh.
"Jadi, penderita Lupus pun dapat memperhatikan "fit factors" dengan frekuensi berlatih fisik secara rutin, yakni minimal tiga kali seminggu. Semakin sering mereka bergerak, semakin mahir jadinya," katanya.
Pikiran positif dan fokus
Ratna Nadia Puspita, salah satu odapus remaja, mengaku sempat takut untuk menjalani "tracking" ke hutan, namun ia tetap berpikiran positif dengan fokus pada tujuan yang ingin dicapai.
"Pita berusaha membayangkan harus sampai ke air terjun dan berfoto-foto. Pokoknya, pikiran itu tetap harus positif," katanya.
Dia mengetahui acara "Lupus Goes to Nature" dari informasi yang disebarkan melalui media sosial dan pesan singkat dari panitia acara tersebut.
"Sebenarnya sudah pernah ikut kegiatan alam, tetapi pengalaman beraktivitas di alam terbuka dalam "Lupus Goes to Nature" ini lebih besar dari pengalaman sebelumnya," ujarnya.
Setelah berhasil melalui jalan-jalan menanjak dan menurun melalui hutan menuju air terjun, ia semakin yakin bahwa odapus memang bisa melakukan kegiatan di luar ruangan meskipun ada sinar matahari asalkan tetap meminimalkan paparan sinar yang langsung "menusuk" kulit.
Oleh karena itu, dia berharap kegiatan di alam terbuka yang dapat menjadi ajang pertemuan dan berbagi pengalaman antar sesama odapus dan keluarga akan lebih sering diadakan.
"Saya inginnya tiap tahun ada acara "camping" di alam seperti ini karena banyak manfaat, banyak teman, dan pengalaman yang bisa didapat," tuturnya.
Remaja usia 15 tahun ini mengatakan bahwa ia tidak pernah merasa rendah diri dalam pergaulan walaupun dengan penyakit yang dialaminya, dan Pita pun mengaku tidak mengalami hambatan dalam mengikuti pelajaran di sekolah.
"Saya tidak pernah minder. Kalau teman-teman bertanya sakit apa, saya bilang sakit Lupus dan pasti saya menjelaskan ke mereka sampai detail. Bagi yang masih bingung, saya suruh lihat di internet," ujar Pita yang juga seorang juara kelas itu.
Sambil duduk di atas batu di dekat sungai yang mengalir, ia pun menyampaikan pesan untuk tetap semangat bagi teman-teman sesama penderita Lupus.
"Untuk para odapus di luar sana, jangan patah semangat walaupun kita punya "teman" si Lupus karena Lupus ini bisa jadi "teman" kita yang baik tergantung kita menyikapinya seperti apa. Jadi, odapus harus tetap semangat," ucap Pita.
Oleh Yuni Arisandy
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013