Idealnya kebutuhan tenaga arkeolog sangat banyak, sebagai bagian dari tim pelestarian cagar budaya yang tersebar di Nusantara.

Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengingatkan kepada perguruan tinggi negeri (PTN) bila membuka program studi baru hendaknya mempertimbangkan secara matang dengan mengedepankan terwujudnya link and match lulusan dengan dunia kerja.

"Saya berharap dalam membuka jurusan baru di suatu perguruan tinggi harus berdasarkan kajian yang matang sehingga lulusan benar-benar dapat mengamalkan ilmunya di dunia kerja yang tersedia, sesuai dengan bidang yang dipelajarinya," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moetdijat dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu.

Rerie, sapaan akrab Lestari, memberikan catatan pada rekomendasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang mendorong PTN di Indonesia untuk membuka Program Studi Arkeologi.

Rekomendasi itu disampaikan BRIN pada acara Commemoration of the 20th Anniversary of the Discovery of Homo Floresiensis yang digelar di Jakarta, pekan lalu.

Menurut data BRIN, jumlah PTN yang menghasilkan arkeolog dinilai masih sedikit. Saat ini di Indonesia tercatat enam PTN yang sudah memiliki jurusan arkeologi, yakni Universitas Jambi, Universitas Gadjah Mada, Universitas Udayana, Universitas Hasanuddin, Universitas Indonesia, dan Universitas Haluoleo.

Catatan Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru 2023, pada tahun ini daya tampung total jurusan arkeologi di enam PTN tersebut adalah 284 orang dengan kecenderungan minat yang rendah dari calon mahasiswa.

Beberapa catatan penting terkait dengan membuka Prodi Arkeolog di PTN ini, kata Rerie, juga harus menjadi pertimbangan, antara lain, apakah arkeolog lulusan enam perguruan tinggi itu sudah dimanfaatkan secara maksimal dalam setiap program pemerintah dan berbagai kegiatan riset terkait dengan arkeologi.

Rerie yang juga alumnus Jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia di awal 90-an mengungkapkan bahwa pada era itu daya serap lulusan arkeologi di bidangnya terbilang rendah.

Padahal, kata dia, idealnya kebutuhan tenaga arkeolog sangat banyak, sebagai bagian dari tim pelestarian cagar budaya yang tersebar di Nusantara. Namun, upaya untuk memenuhi kebutuhan itu tidak dilakukan.

Akibatnya, lanjut Rerie, lulusan arkeologi hingga saat ini tidak sepenuhnya berkiprah di bidang yang dipelajarinya di kampus.

Berdasarkan kondisi itu, menurut Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, upaya meningkatkan minat generasi muda terhadap arkeologi harus konsisten dengan berbagai cara sebelum pembukaan jurusan arkeologi di berbagai kampus.

"Upaya tersebut juga harus diimbangi dengan penciptaan atau ketersediaan lapangan kerja yang dapat menampung para arkeolog lulusan sejumlah PTN," kata Rerie.

Rerie menegaskan bahwa upaya membangun sistem pendidikan yang mengedepankan konsep link and match dengan dunia kerja harus terus-menerus. Hal ini dalam rangka membangun sumber daya manusia nasional yang produktif di tengah upaya peningkatan kinerja pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Baca juga: BRIN dorong Perguruan Tinggi Negeri membuka program studi arkeologi
Baca juga: BRIN: Tidak ada lagi riset arkeologi yang bersifat regional

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023