"Sekarang negara yang memberi `return` paling besar ada di ASEAN, itu terlihat di pasar modal dan `goverment bond`. Untuk itu kita bisa menduga arus modal akan datang ke `emerging market` termasuk Indonesia," ujarnya di Jakarta, Kamis.
Chatib menjelaskan negara-negara maju saat ini memliki kelebihan likuiditas yang memadai, namun tidak mempunyai portofolio untuk melakukan investasi karena kondisi ekonomi yang belum membaik.
Untuk itu, saat ini merupakan momen yang tepat bagi negara berkembang untuk menarik investasi tersebut, terutama menyalurkan arus modal kepada sektor riil yang bermanfaat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Dalam `medium term` ini harus dijaga, karena kalau arus modal terus-terusan masuk ke portofolio dan finansial, dan tidak bisa disalurkan ke sektor riil, maka bisa terjadi aset `bubble price`," ujarnya.
Chatib menjelaskan potensi terjadinya gelembung aset dan pembalikan modal tidak terjadi dalam waktu dekat, namun upaya antisipasi jangka menengah harus dilakukan agar stabilitas perekonomian tetap terjaga.
Namun, ia tidak dapat memprediksi seberapa besar arus modal yang masuk ke Indonesia dan potensi pemanfaatan modal yang dapat dilakukan, karena hal tersebut sangat tergantung dari kondisi global.
"Saya kalau bilang lebih besar atau tidak (arus modal yang masuk), tergantung pada kondisi global," ujar Chatib.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013