Jakarta (ANTARA News) - Pria yang mengalami disfungsi ereksi kerap enggan memeriksakan diri mereka pada dokter. Padahal, dengan diagnosis yang tepat, disfungsi ereksi dapat diatasi. Mengapa pria enggan membicarakan soal disfungsi ereksi pada dokter?
Ahli endokrin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RSCM dr. Em Yunir, SpPD, KEMD mengemukakan, sebagian besar pasien yang memeriksakan diri soal disfungsi ereksi berusia lanjut, mendekati kepala lima.
Saat berkonsultasi, keluhan perihal gangguan seksual pun tidak dibicarakan sejak awal, bahkan baru diungkapkan saat ditanya dokter.
"Kalau konsultasi mereka bicara berputar-putar dulu, cerita soal penyakit lain, diabetes, dsb. Yang enggan cerita mungkin merasa ini penyakit yang memang sudah wajar pada umurnya," ujar dia dalam "Seminar Media Disfungsi Ereksi: Mengapa Pria Enggan Membicarakan Serta Mengkonsultasikannya ke Dokter?" di Jakarta, Rabu.
Dia melanjutkan, disfungsi ereksi masih dianggap sebagai hal tabu untuk dibicarakan. Padahal, disfungsi ereksi bukanlah vonis terakhir bagi pria karena ada solusi-solusi yang dapat membantu mengatasi gangguan tersebut.
Gangguan disfungsi ereksi juga berhubungan dengan penyakit lain seperti diabetes mellitus, hiperlipidemi (kolesterol tinggi), gangguan fungsi ginjal, hipertensi, dan stroke.
Yunir mengungkapkan, bila penyakit kronis tersebut terlebih dulu diatasi, maka ada kemungkinan gangguan disfungsi ereksi pun menghilang.
"Kalau ada keluhan disfungsi ereksi, siapa tahu ada penyakit kronis yang harus diatasi terlebih dahulu. Bisa saja kalau penyakit itu sembuh, disfungsi ereksinya juga sembuh. Disfungsi ereksi bukan berarti tamat riwayat," jelas Yunir.
Sementara itu, Urolog senior Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RSCM Dr. dr. Nur Rasyid, SpU mengatakan, pria yang mengalami disfungsi ereksi tidak usah merasa takut untuk berkonsultasi karena cara diagnosisnya sederhana. Pertama, pasien akan mengisi kuesioner untuk mengetahui bagaimana kemampuan ereksinya. Setelah didiagnosa lebih lanjut dengan cek fisik dan laboratorium, dokter dan pasien akan mendiskusikan penanganan yang tepat.
Ada beragam terapi untuk mengatasi disfungsi ereksi yang pada dasarnya terbagi menjadi tiga lini.
Mengonsumsi obat adalah salah satu cara terapi lini pertama. Obat tersebut hanya dikonsumsi bila dibutuhkan, yaitu saat pasien akan melakukan aktivitas seksual.
Selain itu, ada juga alat vakum ereksi yang mendorong aliran darah ke penis sehingga dapat menegang. Cara lainnya adalah shockwave therapy, yaitu menggunakan alat gelombang kejut intensitas rendah untuk memperbaiki aliran darah ke penis.
"Penangangan first line (lini pertama), dokter umum juga bisa melakukannya. Kalau third line harus ke urolog," jelas Nur Rasyid.
Bila beragam terapi gagal, pria yang menderita disfungsi ereksi dapat memilih terapi lini ketiga, yaitu operasi implantasi prostese penis, lanjut dia.
Nur Rasyid menegaskan, disfungsi ereksi dapat dicegah dengan pola hidup sehat dengan makan-makanan bergizi dan rajin berolahraga untuk mengurangi risiko gangguan seksual yang umumnya terjadi di masa tua.(*)
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013