Menurut Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Ratna Susianawati, kekerasan seksual yang dialami oleh korban sudah pasti memberikan trauma psikis yang tidak jarang berujung pada kondisi depresi dalam level berbeda-beda.
Hal lain yang perlu diperhatikan, sambung Ratna, ialah kecepatan dalam merespon dan menangani laporan kasus TPKS. Ia mengingatkan jangan sampai satgas PPKS menghabiskan waktu yang terlalu lama untuk berkoordinasi dan melakukan prosedur birokrasi karena akan merugikan korban.
"Jadi begitu ada laporan kasus masuk, beri pendampingan psikologis dulu, dari situ langsung melakukan asesmen terkait kebutuhan korban. Jangan sampai membuat korban menceritakan berulang-ulang pengalaman negatif mereka," kata Ratna.
Baca juga: Kolaborasi antarpihak tunjukkan keberpihakan pada korban TPKS
Untuk membantu Satgas PPKS dalam mempercepat proses penanganan kasus TPKS, ia mengatakan nantinya akan ada peraturan-peraturan teknis yang menjadi panduan operasional dari Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang kini menjadi payung besar hukum terbaru terkait penindakan kasus kekerasan seksual.
Karena itu, ia menyebutkan KemenPPPA terus membuka ruang dialog dengan berbagai pihak untuk mendengar langsung kebutuhan teknis yang diperlukan guna mempercepat proses penanganan kasus TPKS, utamanya bagi tim Satgas PPKS yang lebih sering berhadapan langsung dengan korban.
Baca juga: Akademisi: Perlu kewaspadaan dalam menangani laporan korban TPKS
Baca juga: KemenPPPA: Pola asuh positif cegah anak terpapar perilaku negatif
Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2023