Akademisi sekaligus Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Universitas Padjadjaran Antik Bintari mengatakan perlu kewaspadaan dalam menangani laporan dari korban tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) agar kasus yang dilaporkan tidak menjadi bumerang bagi korban.
Menurut Antik penanganan laporan kasus TPKS, terlebih di lingkungan pendidikan, cenderung tidak mudah dan memerlukan prosedur khusus, termasuk tahapan klarifikasi serta konfirmasi yang berulang kali agar proses hukum yang berjalan tetap proporsional dengan tetap mengedepankan keberpihakan pada korban.
"Berdasarkan pengalaman kami, kalau kami salah langkah yang terlapor jadi bisa menuntut balik pelapor, yakni korban TPKS," kata Antik dalam siniar "Mewujudkan Ruang Intelektual yang Bebas Kekerasan Seksual" di Jakarta, Jumat.
Menurut Antik penanganan laporan kasus TPKS, terlebih di lingkungan pendidikan, cenderung tidak mudah dan memerlukan prosedur khusus, termasuk tahapan klarifikasi serta konfirmasi yang berulang kali agar proses hukum yang berjalan tetap proporsional dengan tetap mengedepankan keberpihakan pada korban.
"Berdasarkan pengalaman kami, kalau kami salah langkah yang terlapor jadi bisa menuntut balik pelapor, yakni korban TPKS," kata Antik dalam siniar "Mewujudkan Ruang Intelektual yang Bebas Kekerasan Seksual" di Jakarta, Jumat.
Antik menambahkan, apabila korban dan pelaku berasal dari sivitas akademika yang sama, bertambah lagi pendekatan khusus mengingat keduanya merupakan bagian dari universtias yang sama sehingga nama baik institusi tetap harus dipertimbangkan.
Menurut Antik, hal itu pula yang tidak jarang menciutkan nyali korban untuk melanjutkan pengusutan apalagi memproses ke jalur hukum kasus kekerasan seksual yang dialami di lingkungan pendidikan.
Baca juga: Kemendikbudristek: Permendikbud 30/2021 mulai buahkan hasil
Baca juga: Kolaborasi antarpihak tunjukkan keberpihakan pada korban TPKS
Ia menuturkan, tantangan utama yang kerap kali dirasakan oleh korban ialah perasaan malu dan trauma untuk menceritakan ulang pengalaman yang dianggap aib tersebut kepada pihak lain, apalagi Satgas PPKS yang juga merupakan tenaga pendidik korban.
Meski mengalami banyak tantangan dan memerlukan prosedur khusus, Antik mengapresiasi langkah Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim yang meminta perguruan tinggi di Indonesia membentuk Satgas PPKS sebagai langkah pertama untuk mengungkap sekaligus mengurangi kasus TPKS di lingkungan pendidikan.
"Kalau tidak dimulai, tidak akan ada perubahan sehingga kehadiran Satgas PPKS menjadi jalan untuk mengungkap dan sebisa mungkin harus menyelesaikannya sampai tuntas agar laporan korban tidak sia-sia sekaligus memberi efek jera pada terlapor," kata Antik.
Pembentukan Satgas PPKS diatur melalui Peraturan Mendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Baca juga: Kemendikbudristek: Upaya pencegahan kekerasan seksual perlu sinergi
Baca juga: Penanganan PPKS di Jakarta dinilai perlu pemahaman motif
Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2023