Mataram (ANTARA) - Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah (Setda) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Fathul Gani menegaskan tidak ada opsi untuk beras impor masuk provinsi itu meski harga beras terus merangkak naik
"Tidak ada opsi untuk memasukkan atau menerima beras impor dari manapun. Walau pun harga beras di pasaran terus merangkak naik sampai Rp15 ribu," ujarnya di Mataram, Jumat.
Penegasan ini disampaikan Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah (Setda) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Fathul Gani menyikapi rencana impor beras dari China oleh pemerintah pusat melalui Bulog.
Baca juga: Pemerintah buka peluang impor beras antisipasi dampak El Nino
Ia mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB bukan pada posisi menolak kebijakan pemerintah pusat untuk mengimpor beras baik dari China atau negara lain. Sebab, saat ini provinsi itu sedang dalam posisi surplus beras.
"Pemprov tetap pada opsi tidak menerima atau memasukkan beras impor dari mana pun asalnya. Kami meyakini berdasarkan pantauan kita di beberapa pasar tradisional harga masih fluktuatif atau bervariasi," tegas Fathul Gani.
Fathul menjelaskan berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) angka sementara sampai dengan Oktober 2023, tingkat produksi padi di NTB mencapai 1,38 juta ton lebih gabah kering giling (GKG).
"Ini menunjukkan kondisi produksi padi kita surplus, sehingga NTB tetap menjadi lumbung pangan nasional. Dan ini terus kita pertahankan," ujarnya.
Oleh karena itu, dengan kondisi surplus beras di daerah, pihaknya bersyukur opsi pembatasan gabah keluar dari NTB terus dijalankan, sehingga gabah tetap diolah di dalam daerah untuk selanjutnya bisa keluar dengan tetap memprioritaskan pemenuhan kebutuhan stok beras lokal dengan terus berkoordinasi dengan Bulog.
"Jadi kita bersyukur kondisi beras kita tetap terjaga," katanya.
Baca juga: RI kedatangan 27 ribu ton beras perkuat cadangan pangan
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023