Baghdad (ANTARA News) - Ledakan bom mobil di dekat sebuah pasar di daerah mayoritas Syiah di Baghdad menewaskan 12 orang dan mencederai sedikitnya 20, Senin, kata polisi dan petugas medis.
Serangan bom yang terjadi di daerah Shaab di Baghdad utara itu membuat jumlah kematian dalam kekerasan di Irak naik menjadi 63 dalam dua hari ini.
Pemboman mobil itu berlangsung beberapa menit setelah Perdana Menteri Nuri al-Maliki berjanji meninjau kembali strategi keamanan, di tengah gelombang kekerasan yang menewaskan 340 orang sepanjang Mei.
"Kami akan membuat perubahan pada posisi pejabat tinggi dan menengah yang bertanggung jawab atas keamanan, dan pada strategi keamanan," kata Maliki pada jumpa pers di Baghdad.
Ia menyatakan akan membahas masalah itu pada sidang kabinet Selasa namun tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.
Ketegangan meningkat antara pemerintah Maliki (Syiah) dan anggota-anggota minoritas Sunni yang menuduh pihak berwenang mengincar komunitas mereka, termasuk penangkapan-penangkapan yang salah dan tuduhan keterlibatan dalam terorisme.
Gelombang protes juga terjadi di daerah-daerah Sunni Irak sejak lima bulan lalu untuk menuntut pengunduran diri Maliki.
Serangan-serangan itu terjadi setelah gelombang kekerasan menewaskan lebih dari 240 orang dalam tujuh hari pada akhir April, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai kembalinya kerusuhan sektarian yang menewaskan puluhan ribu orang.
Kekerasan itu merupakan yang terakhir dari gelombang pemboman dan serangan bunuh diri di tengah krisis politik antara Perdana Menteri Nuri al-Maliki dan mitra-mitra pemerintahnya dan pawai protes selama beberapa pekan yang menuntut pengunduran dirinya.
Lebih dari 450 orang tewas dalam kekerasan pada April, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas keterangan dari pejabat-pejabat keamanan dan medis, sementara jumlah kematian pada Maret mencapai 271.
Sepanjang Februari, 220 orang tewas dalam kekerasan di Irak, menurut data AFP yang berdasarkan atas keterangan dari sumber-sumber keamanan dan medis.
Irak dilanda kemelut politik dan kekerasan yang menewaskan ribuan orang sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.
Selain bermasalah dengan Kurdi, pemerintah Irak juga berselisih dengan kelompok Sunni.
Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember 2011 mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni, demikian AFP melaporkan.
(SYS/M014)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013