Pontianak (ANTARA News) - Panitia Ad Hoc (PAH) II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengusulkan pembentukan pengadilan Ad Hoc Kehutanan untuk menangani kejahatan kehutanan yang saat ini dinilai sudah luar biasa. Demikian disampaikan staf bidang informasi DPD, Ikhwan Mansur Situmeang dalam keterangan tertulis, Jumat, mengenai hasil kunjungan Tim Kerja PAH II DPD ke Kalimantan Tengah dari tanggal 3 hingga 5 Juli. Ketua PAH II DPD Sarwono Kusumaatmadja menyatakan bahwa pembalakan hutan merupakan masalah yang terjadi di banyak daerah penghasil kayu seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua dengan kecenderungan bereskalasi dari waktu ke waktu tanpa ada tanda-tanda teratasi secara efektif. Penebangan kayu liar telah menciptakan kerusakan lingkungan di berbagai daerah seperti terhentinya debit air sehingga dalam satu jam bisa terjadi banjir dan longsor, mengacaukan transportasi, dan terputusnya kegiatan ekonomi. Pembalakan juga menyebabkan kemarau panjang serta menciptakan masalah antarnegara. Pemerintah, lanjutnya, lewat Menteri Kehutanan pada Maret lalu pernah mengeluarkan kebijakan untuk memanfaatkan hasil hutan rampasan, hasil hutan temuan, dan hasil hutan sitaan tanpa disertai penghentian pasokan kayu hasil pembalakan liar ke daerah-daerah bencana yang kekurangan bahan bangunan. "Malah di Aceh diizinkan beroperasi kembali perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan. Tapi tidak ada tindakan nyata mengatasi pembalakan kayu tetapi juga tidak ada indikasi kayu temuan, kayu rampasan, dan kayu sitaan ditangani untuk membantu daerah bencana," ujarnya. Anggota PAH II DPD, Nurmawati Bantilan menyatakan, pembalakan kayu melibatkan mafia kayu besar dan kuat, serta juga melibatkan orang-orang besar sehingga proses penyelidikan harus terang dan institusi penegak hukum harus terbuka. Ia juga mengkhawatirkan keberadaan perusahaan kayu illegal akan mematikan perusahaan kayu legal. Karena itu, harus ada perbedaan perlakuan kepada perusahaan yang memiliki izin harus dilindungi dan diberikan penghargaan semacam insentif jika turut menjaga pelestarian hutan. Karena pembalakan hutan menjadi kejahatan yang sulit diberantas maka keberadaan pengadilan ad hoc kehutanan layak dipertimbangkan. "Untuk menangani kejahatan kehutanan yang sudah luar biasa, ada alasan untuk menggelar pengadilan khusus untuk kasus seperti ini," ujar Sarwono. Ketua Tim Kerja, Luther Kombong, menjelaskan, hasil kunjungan kerja di Kalimantan Tengah ditemukan kayu sitaan sebanyak 602.250 potong yang terdapat di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Ia menjelaskan, sepanjang Sungai Katingan terdapat kurang lebih 100 industri perkayuan berupa sawmill yang patut dipertanyakan antara lain mengenai status izin pendirian sawmill, status kepemilikannya, asal-usul kayu yang diproduksi sawmill, dan siapa penerbit dokumen kayu karena sawmill tersebut telah beroperasi lama.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006