Jakarta (ANTARA News) - Wali Kota Bandung Dada Rosada menyatakan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi belum menanyai dia perihal dugaan adanya dana patungan Satuan Kerja Pemerintah Daerah terkait kasus suap Bantuan Sosial Pemerintah Kota Bandung.
"Nanti ya, itu belum. Tenang saja, tenang," ujar Dada usai pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di gedung KPK Jakarta, Senin.
Kali ini Dada diperiksa oleh penyidik KPK sebagai saksi untuk kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait dana Bantuan Sosial Pemerintah Kota Bandung dengan tersangka hakim Setyabudi Tejocahyono.
Dada yang tiba di gedung KPK pada pukul 09.15 WIB, menjalani pemeriksaan selama sekitar 11 jam.
Ketika ditanyai mengenai pemeriksaan kali ini, Dada hanya menyatakan bahwa penyidik hanya menanyai dia sesuai dengan apa yang tercantum pada surat panggilan.
"Iya, ini lama karena tadi saya kan sholat dulu, makan dulu dan segala macam," ujar dia.
Ketika disinggung perihal perintah suap kepada hakim Setyabudi, Dada enggan berkomentar dan memilih untuk tersenyum saja.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang yaitu hakim Setyabudi Tejocahyono sebagai penerima suap, HN (Herry Nurhayat) yang menjabat sebagai Pelaksana tugas Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Kota Bandung, AT (Asep Triana) yaitu perantara pemberian suap dan TH (Toto Hutagalung) yang merupakan orang dekat Walikota Bandung Dada Rosada.
KPK menangkap hakim Setyabudi di kantornya di PN Bandung pada Jumat (23/3), sesaat setelah menerima uang senilai Rp150 juta dari Asep.
KPK menyita uang tersebut dan mobil Toyota Avanza milik Asep yang memuat uang lain berjumlah Rp350 juta.
Dalam penggeledahan di kantor hakim Setyabudi, ditemukan uang senilai ratusan juta rupiah dan ribuan uang dolar AS dan berita acara pemeriksaan yang memuat nama Dada Rosada.
Setyabudi menjadi hakim ketua dalam sidang tujuh terdakwa PNS di pemerintah kota Bandung yang divonis satu tahun penjara dan denda senilai Rp50 juta subsider satu bulan penjara pada Desember 2012.
Setyabudi yang pernah menjadi Ketua pengadilan di Tanjung Pinang dan hakim di Semarang itu memutuskan para terdakwa wajib membayar uang pengganti sejumlah Rp9,4 miliar, dari total anggaran yang disalahgunakan mencapai Rp66,5 miliar. (M048/Z002)
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013