Barangkali skenario terburuk yang akan terjadi adalah ekonomi kita hanya akan tumbuh di kisaran enam persen saja."

Jakarta (ANTARA News) - Pakar ekonomi Wijayanto Samirin mengatakan pemerintah perlu lebih realistis menentukan asumsi APBNP, terutama terkait pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, acuan harga dan volume lifting minyak.

"Lebih baik memikirkan skenario terburuk daripada memberikan asumsi yang melenakan. Hal ini disebabkan melemahnya momentum pertumbuhan," kata Wijayanto Samirin di Jakarta, Senin.

Direktur Pelaksana Paramadina Public Policy Institute itu mengatakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2013 yang hanya sebesar 6,02 persen menunjukkan berlanjutnya tren perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun 2011.

Wijayanto mengatakan meskipun pemerintah telah merevisi pertumbuhan ekonomi 2013 dari 6,8 persen menjadi 6,3 persen, tampaknya angka tersebut masih kurang realistis dan sulit tercapai.

"Barangkali skenario terburuk yang akan terjadi adalah ekonomi kita hanya akan tumbuh di kisaran enam persen saja," ujarnya.

Wijayanto mengatakan kondisi fiskal pemerintah mengalami perlemahan akibat penurunan pendapatan dan peningkatan pengeluaran sehingga tidak memiliki ruang untuk memberikan stimulus bagi pertumbuhan.

"Pertumbuhan investasi juga terlihat melemah, bahkan tren FDI telah mencapai titik puncak dan tidak tertutup kemungkinan akan flat atau bahkan menurun," tuturnya.

Wijayanto mengatakan Chatib Basri yang telah ditunjuk secara resmi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menteri Keuangan memiliki tugas yang berat untuk memperbaiki perekonomian Indonesia.

Salah satu permasalahan utama Menkeu yang baru adalah defisit ganda yang mendera Indonesia, yaitu defisit anggaran dan defisit perdagangan. Menkeu baru juga diharapkan mampu memotong lingkaran setan penurunan perekonomian Indonesia dengan mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM). (D018)

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013