Jakarta (ANTARA News) - Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Ridwan Monoarfa mengatakan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) dan badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) tak akan memengaruhi kekuatan fiskal Indonesia sebagaimana dikhawatirkan Kementerian Keuangan.
"Sebab paradigma yang digunakan adalah mekanisme pasar, bukan sosial. Akibatnya, ada dualisme antara sosial dan pasar dalam SJSN," katanya di Jakarta, Senin.
Ridwan Monoarfa menjadi salah satu penanggap dalam bedah buku "Transformasi Setengah Hati Persero Askes, Jamsostek, Asabri, Taspen ke BPJS Menurut UU BPJS" karya Asih Eka Putri dan AA Oka Mahendra.
Penanggap lain dalam bedah buku yang diadakan Fakultas Hukum Unika Atma Jaya Jakarta adalah anggota Komisi IX Surya Chandra Surapaty dan Pakar hukum tata negara Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta Max Boli Sabon.
"Peran negara diperlukan dalam konteks kesejahteraan dan keadilan sosial. Saat membahas perubahan lembaga BUMN menjadi BPJS untuk menyelenggarakan SJSN yang nonprofit, terjadi perdebatan panjang karena yang dipikirkan jual beli, bukan kewajiban negara," katanya.
Padahal, Ridwan mengatakan dalam UU SJSN dan UU BPJS, sistem jaminan sosial bukan hanya kewajiban pemerintah tetapi warga negara.
Warga negara yang mampu ikut ambil bagian dengan membayar iuran, sementara yang tidak mampu mendapat bantuan untuk membayar iuran.
"Saya berharap semua pemangku kepentingan memiliki pandangan yang sama mengenai sistem jaminan sosial. Jaminan sosial adalah hak sosial dan hak konstitusi, bukan dagangan," katanya.
Sementara itu, AA Oka Mahendra mengatakan buku itu perlu dibaca seluruh warga negara Indonesia yang peduli dengan jaminan sosial karena kesejahteraan rakyat bergantung pada penerapan SJSN.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013