Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) optimistis bisa menghapus senyawa Polychlorinated Biphenyls (PCBs) dari wilayah Indonesia selambat-lambatnya pada akhir tahun 2028.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 KLHK, Rosa Vivien Ratnawati mengatakan pengurangan secara bertahap atau phasing out senyawa PCBs pada peralatan yang mengandung dan terkontaminasi PCBs harus dilakukan paling lambat pada akhir 2025.
"Adapun peralatan dan bahan PCBs yang telah menjadi limbah tersebut kemudian harus dimusnahkan dengan metoda pemusnahan yang tepat sebelum tahun 2028 berakhir," ujarnya dalam lokakarya pengelolaan PCBs di Jakarta, Rabu.
Baca juga: KLHK tegaskan keseriusan menghapus PCBs secara berwawasan lingkungan
Vivien menuturkan phasing out berbagai peralatan usang yang mengandung PCBs bisa menghilangkan risiko paparan senyawa sintetik itu terhadap manusia dan lingkungan.
Perusahaan yang melakukan phasing out memperbaiki kinerja produksi dan meraih keuntungan dalam jangka panjang. "Saya berharap sektor industri bisa bekerja sama untuk menghilangkan dan tidak menggunakan PCBs," kata Vivien.
PBCs merupakan senyawa sintetis buatan manusia yang saat ini sebagian besar penggunaanya di Indonesia terdapat dalam minyak di elektrik pada transformator dan kapasitor listrik.
PCBs adalah salah satu senyawa persistent organic pollutants (POPs) yang secara global produksi, distribusi, dan penggunaannya telah dilarang. Senyawa itu sangat berbahaya dan beracun, tidak mudah terurai di lingkungan serta bioakumulatif atau menumpuk di dalam jaringan lemak makhluk hidup.
Pada Mei 2023, Konvensi Basel telah memutuskan setiap negara pihak untuk mengambil langkah-langkah yang nyata dan berani guna mengakselerasi upaya mengatasi pencemaran bahan dan limbah kimia berbahaya.
Baca juga: KLHK sosialisasikan bahaya dan upaya pengelolaan senyawa Polychlorinated Biphenyls (PCBs)
Indonesia telah memiliki beberapa peraturan mengenai tata cara pengelolaan PCBs, baik sebagai bahan kimia maupun limbah.
Pemerintah membangun sistem pengelolaan PCBs secara konsisten dengan dukungan technical assistance dari Organisasi Pengembangan Industri Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIDO) dalam proyek PCBs melalui pendanaan dari Global Environment Facility (GEF).
Proyek kolaborasi itu berupa diseminasi peraturan, peningkatan kapasitas, dan sosialisasi dampak PCBs ke semua pemangku kepentingan, mulai dari institusi terkait, pemerintah daerah, sektor industri terutama PLN dan lembaga swadaya masyarakat.
Proyek kerja sama KLHK dan UNIDO telah berkontribusi membangun fondasi penting untuk menjadi bagian dari upaya nasional pemusnahan PCBs pada akhir tahun 2028.
Salah satunya, proyek PCBs telah memfasilitasi penyusunan dan pengesahan regulasi lex specialis Peraturan Menteri LHK Nomor 29 Tahun 2020 tentang pengelolaan PCBs.
Kepala Divisi Emerging Compliance Regimes Division of the Department of Environment dari UNIDO, Smail Alhilali mengatakan pihaknya telah hadir pada lebih dari 32 negara melalui proyek serupa untuk mengurangi dan menghapus senyawa PCBs.
Dia mengapresiasi komitmen kuat pemerintah Indonesia yang telah membuat berbagai regulasi dan fondasi untuk menghapus senyawa PCBs.
Sementara itu, Koordinator Bahan Kimia dan Limbah GEF, Anil Bruce Sookdeo mengungkapkan bahwa Indonesia adalah salah satu dari 115 negara yang memperoleh dukungan pendanaan dari GEF dengan nominal sekitar 6 juta dolar AS.
Baca juga: KLHK resmikan mesin pengolahan PCBs pertama di Indonesia
Baca juga: BPPT sediakan lab uji limbah berbahaya
GEF menjadikan Indonesia sebagai negara penerima terbesar, karena ada banyak keanekaragaman hayati yang hilang akibat senyawa sintetik berbahaya.
Menurutnya, upaya menghilangkan bahan kimia berbahaya seperti PCBs tidak hanya baik bagi keanekaragaman hayati, tetapi juga bagi kesehatan manusia.
"Kami berharap bisa terus memberikan dukungan kepada Indonesia," kata Bruce.
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023