Harus bisa mengontrol kadar gula

Jakarta (ANTARA) - Praktisi Kesehatan Masyarakat, Dokter Spesialis Mata dr Emilia Setiaadmadja mengimbau masyarakat penderita diabetes juga memeriksakan matanya agar diabetes tidak sampai menyebabkan retinopati diabetik.

"Sesegera mungkin setelah diagnosa diabet, cek matanya," kata Emilia dalam acara gelar wicara terkait retinopati diabetik yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Emilia mengatakan retinopati diabetik adalah salah satu komplikasi diabetes, di mana kadar gula darah yang tinggi menyebabkan kerusakan pada retina mata yang menyebabkan terciptanya pembuluh darah yang baru pada retina mata.

Pembuluh darah baru tersebut, jelasnya, lebih rentan untuk pecah. Sehingga dapat menyebabkan penglihatan menjadi terganggu, buram, hingga menyebabkan kebutaan.

"Pada tahap awal tidak menimbulkan gejala apapun, maka setiap kali didiagnosis gula darah tinggi, lakukanlah skrining mata. Karena terkadang kita tidak menyadari bahwa kita menderita diabetes, sehingga terjadi kerusakan yang lebih parah pada mata," ujarnya.

Emilia mengungkapkan sebanyak 42,6 persen penderita diabetes berisiko mengalami retinopati diabetik, dengan 6,4 persen di antaranya berisiko menderita retinopati diabetik stadium lanjut.

Adapun jika terjadi retinopati diabetik, dia menegaskan, penanganan yang dilakukan hanya bersifat pengendalian, sehingga jaminan kesembuhan bergantung dari upaya pengendalian yang dilakukan pasien, serta tingkat keparahan yang dideritanya.

"Yang penting adalah deteksi awal. Harus bisa mengontrol kadar gula, dengan membiasakan olahraga, serta mengurangi kebiasaan makanan manis," tuturnya.

Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI Dante Saksono Harbuwono juga telah mengajak masyarakat untuk menjadi smart eater dengan cara memilah secara cerdas ragam makanan yang akan dikonsumsi guna mencegah dampak buruk obesitas.

"Yang diperlukan adalah mendidik masyarakat menjadi smart eater atau cerdas untuk makan. Jadi sebelum dia makan, sebelum beli makanan, dia baca dulu kalorinya berapa, sehingga bisa diperhitungkan dampaknya," kata Wamenkes Dante, Senin (24/7).

Ia mengatakan, indeks masa tubuh pada anak dapat dihitung dengan rumus membagi berat badan (dalam kilogram) dengan tinggi badan (dalam meter kuadrat) untuk mengetahui status gizi yang didapat.

"Kalau indeks masa tubuh dia lebih dari 25, disebut obesitas, kalau 25 sampai 30, dia obesitas 1, dan lebih dari 30 termasuk obesitas 2," katanya.

Sedangkan pada dewasa, kata Wamenkes Dante, hal terpenting adalah mengukur lingkar perut. Pada laki-laki tidak boleh lebih dari 90 sentimeter dan perempuan 80 sentimeter.

Baca juga: Perempuan hamil yang diabetes diimbau cek kesehatan mata sejak dini

Baca juga: Dokter: Jaga kondisi agar diabetes tidak sebabkan komplikasi mata

Baca juga: Kebutaan gara-gara diabetes bisa dicegah

Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023