Jakarta (ANTARA News) - "Kerja, kerja, dan kerja", itulah motto Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan.
Semangat ini selalu ia kumandangkan setiap kali bertemu pimpinan perusahaan di lingkungan BUMN dan para karyawannya.
Maksudnya adalah untuk mencapai target keberhasilan dalam mengelola perusahaan pelat merah itu, modalnya adalah semangat kerja yang tinggi. Dimulai dengan integritas, niat yang luhur, kejujuran dan kerja keras tanpa pamrih.
Tidak terlalu lama setelah semangat itu dikobarkan, maka BUMN yang tadinya agak lamban dengan bermacam-macam hambatan internal dan eksternal, kini sudah memperlihatkan kinerja positif nyata, bukan lagi sekedar harapan.
Motto "kerja, kerja, dan kerja" ini juga sudah ia kumandangkan sejak bergabung dalam barisan pemerintahan yaitu pada waktu ditunjuk sebagai direktur utama Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Ternyata, semangat yang dikobarkannya itu tidak sia-sia, walaupun mulanya banyak pula yang memandang dengan sebelah mata mengingat latar belakangnya sebagai orang media.
Di PLN Dahlan Iskan menemukan `pasukan berani mati` alias penuh integritas, dari mulai jajaran direksi yang ia bentuk sampai ke tingkat bawah.
Rupanya jajaran PLN sudah lama menunggu kedatangan sang komandan baru yang penuh semangat kerja.
Berbagai program segera dikerjakan seperti pembangunan proyek pembangkit tenaga listrik baru, melayani konsumen dengan program "satu juga sambungan", menghilangkan "budaya dilayani" dan mengubahnya menjadi "budaya korporasi yang melayani" dan menjauhkan diri dari "budaya korup".
Tak lebih setahun ia berkiprah di PLN ia segera ganti baju, dan diangkat sebagai Menteri BUMN. Tentu ini lebih berat karena harus mengawasi sekitar 100 perusahaan yang berada di bawah naungan Kementerian BUMN.
Tetapi hal ini tidak membuatnya gentar, bahkan bertambah bersemangat. Filosofi "kerja, kerja dan kerja" itu segera pula ditebarnya ke semua BUMN. M
Menariknya, semangat itu tidak diumbarnya dari belakang meja kerja di kantor Kementerian BUMN di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat saja, tapi melalui kerja nyata `blusukan` dan bersafari mengunjungi perusahaan BUMN satu per satu, dimulai dari BUMN yang bermasalah sampai yang kinerjanya selama ini sudah cukup bagus.
BUMN itu sangat strategis
Siapa pun agaknya sadar, bahwa peranan BUMN itu sangat strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. BUMN sudah lahir sejak penyerahan kedaulatan dari mantan penjajah Indonesia, Negeri Belanda, pada Desember 1949.
BUMN menggerakkan perekonomian Indonesia di saat swasta Indonesia masih lemah. Jadi, BUMN selain menggerakkan ekonomi nasional juga berperan mendorong pengembangan perusahaan swasta nasional yang belum begitu banyak jumlahnya.
Di masa penjajahan Belanda perekonomian koloni Eropa ini dikuasai oleh perusahaan swastanya sejak organisasi dagang Belanda didirikan di Batavia (sekarang Jakarta) pada abad ke-17 dengan nama VOC alias Verenigde Oost- Indische Compagnie.
VOC diberi kuasa oleh pemerintah Den Haag untuk mengatur perdagangan, bahkan juga tata pemerintahan di kepulauan Nusantara sampai mengangkat pejabat setingkat Gubernur Jenderal.
Perekonomian di Nusantara ini dikuasai secara monopoli baik oleh perusahaan-perusahaan swasta mau pun berbentuk BUMN Belanda dan setelah Perang Dunia II bermunculan maskapai penerbangan Koningkelijke Luchtvaart Maatschappij (KLM), yaitu perusahaan penerbangan baik untuk hubungan internasional (terutama ke Eropa, khususnya ke Belanda), lalu Koningkelijke Paketvaart Maatschappij (KPM), maskapai perkapalan untuk kepulauan Nusantara mau pun ke Eropa.
Di bidang energi pertambangan muncul Bataviaasche Petroleum Maatschappij (BPM) yang setelah penyerahan kedaulatan beralih ke tangan pemerintah Indonesia, masing-masing menjadi Garuda Indonesia Airways (GIA), Perusahaan Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI), dan Perusahaan Pertambangan Minyak (Pertamin, kemudian menjadi Perusahaan Pertambangan Minyak Nasional, Pertamina) dengan status perusahaan negara di singkat PN.
Di dunia perdagangan komoditas perusahaan negara, antara lain Borsumij dan Internatio, dan setelah kedaulatan menjadi perusahaan-perusahaan negara (PN) seperti antara lain Tjipta Niaga, Aduma Niaga dan Pantja Niaga, dan banyak "niaga-niaga" lainnya. Tak perlu diungkapkan kinerja mereka, tapi yang sudah jelas mereka berkedudukan startegis dalam menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.
PN-PN ini tumbuh di era Orde Lama yang kemudian berubah menjadi BUMN-BUMN pada era Orde Baru, bahkan lebih disempurnakan lagi dengan badan hukum yang bervariasi menurut kebutuhan masing-masing seperti Persero, Perjan, Perum dan lain sebagainya.
Selain berada di kementerian-kementerian teknis, pengelolaan secara professional-komersial berada di bawah bimbingan dan pengawasan kementerian khusus yaitu Kementerian BUMN yang sekarang ini dikomandoi oleh Dahlan Iskan.
Orang sederhana ini yang tidak sempat menyelesaikan studinya di bangku perguruan tinggi membawa semangat baru pada BUMN.
Ia melihat, kebanyakan BUMN terlalu bersandar pada fasilitas pemerintah, baik aset maupun permodalan. Banyak yang terus merugi, ada juga yang berjalan di tempat, tapi ada juga yang sedang berusaha tinggal landas.
Situasi seperti inilah yang membuat Dahlan Iskan merasa perlu memberikan energi baru, semangat baru, harapan baru dengan gayanya yang sangat terbuka alias blak-blakan. Putih dikatakannya putih, hitam dikatakannya hitam dan dengan semangat "kerja, kerja, kerja" ia benahi setiap BUMN hingga mulai mampu mengubah "wajah" BUMN yang tadinya kelabu menjadi lebih dipercaya dan disegani.
BUMN sekarang mempunyai keragaman yang satu sama lain kondisinya sangat berbeda. Bidangnya pun bermacam-macam: jasa keuangan (bank), jasa konstruksi, komoditas (pangan), energi, perhubungan dan lain sebagainya.
Kondisinya? Bisa dibayangkan BUMN-BUMN kecil yang mengalami kesulitan. Kesejahteraan karyawannya masih jauh dari sejahtera. Bahkan, kata Dahlan, ada BUMN yang baru tahun 2012 bisa membayar karyawan tetapnya dengan gaji tetap. Beginilah kondisi realitasnya: yang besar sulit dengan kebesarannya, yang kecil sulit juga dengan kekecilannya, dan yang sulit kian sulit dengan kesulitannya.
Yang besar misalnya, mampu meningkatkan kinerjanya seperti Garuda yang mulai menambah armada baru, membuka rute luar negeri baru ke London, Brisbane dan Penang dan banyak mendapat berbagai penghargaan. Bahkan mampu merestrukrusasikan utang-utangnya.
Pertamina tahun lalu mampu meraih laba Rp25 triliun, jasa konstruksi yang berekspansi ke luar negeri, jasa keuangan (bank) yang meraup laba besar pada 2012 sampai belasan triliun, dan banyak lagi yang terjun ke lantai bursa. Pokoknya perusahaan milik negara tidak boleh lagi menganut paham simbiosis parasitisme.
Dilematis?
Tetapi, keberhasilan banyak perusahaan pelat merah ini tidak segera membuat sang menteri menjadi tenang. Dahlan bahkan merasa galau. Pasalnya, kalau semua BUMN menjadi besar dan dominan dalam perekonomian bangsa, lalu bagaimana dengan swastanya? Haruskah mereka dikalahkan?
Di mata Dahlan, keduanya harus berjalan berimbang, sama-sama bersaing secara sehat, sama-sama menjadi besar bagi kebesaran bangsa.
Tetapi sebaliknya, Dahlan pun merasa tidak rela apabila peran BUMN harus direm, dibatasi. Bukan itu. Inilah yang membuat dia serba dilematis.
Apalagi, pemerintah melalui Bank Negara Indonesia (BNI), Persero Tbk, sudah siap pula mencetak 10 ribu wirausahawan (entrepreneur) baru. Upaya ini merupakan bentuk dukungan pemerintah terhadap Gerakan Kewirausahawan Nasional (GKN) untuk menggalakkan jumlah entrepreneur yang sekarang jumlahnya kurang dari lima persen. Jadi, sudah cukup seimbang dalam membangun peran BUMN dan swasta.
Dahlan Iskan memang pernah mengatakan, BUMN terlalu dominan juga berbahaya. "Saya saat ini berada dalam dilema," katanya pada suatu kesempatan.
"Namun, apabila BUMN digerakkan dengan tingkat antusiasme tinggi dan kerja keras seperti dilakukan saat seperti ini, saya khawatir BUMN akan jadi dominan. Inilah dilemanya, saya khawatir juga kalau swasta merasa ruang kerjanya menjadi sempit," katanya.
Sinergi pemerintah (BUMN) dan swasta memang diperlukan, asalkan keduanya memulai dengan nawaitu yang sama yaitu demi keberhasilan bangsa membangun ekonomi nasional.
Tidak bisa dipungkiri bahwa peran BUMN dalam pembangunan perekonomian nasional sangat penting untuk menambah pendapatan negara melalui deviden masing-masing BUMN.
Sekarang saja, dalam kondisi BUMN sedang tinggal landas laju pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai enam persen, di atas kebanyakan negara-negara lain. Bagaimana kalau semua BUMN tancap gas? Tidak mustahil mencapai dua digit. Bisakah? Pasti bisa! Kata kuncinya, sekali lagi, "kerja, kerja dan kerja!".
*) mantan wartawan Antara
Oleh M. Aminuddin*)
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013