Pati (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Pati, Jawa Tengah, menetapkan status tanggap darurat kekeringan, menyusul terjadinya dampak kekeringan yang semakin meluas.

"Dampak kekeringan yang terjadi di Pati sudah memungkinkan untuk ditetapkan status tanggap darurat kekeringan selama 14 hari mulai tanggal 3 Oktober 2023," kata Penjabat Bupati Pati Henggar Budi Anggoro di sela rapat tanggap darurat kekeringan di Ruang Joyo Kusumo, di Pati, Selasa.

Apalagi, kata dia, musim kemarau yang tak kunjung berhenti, mengakibatkan berbagai desa di Kabupaten Pati mengalami kekeringan. Untuk menanggulangi kekurangan air bersih, Pemerintah Kabupaten Pati telah mengirimkan bantuan ke beberapa desa terdampak sejak Juli 2023.

Ia mengungkapkan pengiriman bantuan air bersih ke beberapa desa sudah dilaksanakan dan sampai saat ini tak hanya berasal dari Pemkab Pati saja. Beberapa elemen masyarakat, perusahaan swasta melalui program CSR maupun organisasi juga sudah mengirimkan bantuan air bersih.

Baca juga: Basuki: Cadangan air irigasi hadapi El Nino 2,9 miliar kubik

Baca juga: BPBD Bali berharap dunia usaha berperan bantu atasi kekeringan

Henggar mengungkapkan di Kabupaten Pati yang berpotensi kekurangan air bersih berjumlah 94 desa, serta yang sudah ditangani berjumlah 70 desa.

Ia mengungkapkan kebutuhan air bersih semakin meningkat, sehingga perlu adanya penanganan. Bahkan, hampir 80-90 hektare sawah-sawah di Kabupaten Pati tidak bisa ditanami.

"Kami perlu mengambil sikap, kaitannya dengan langkah-langkah tanggap darurat bencana ini dan banyak hal yang harus dilakukan," ujarnya.

Hingga saat ini, kata Henggar, penyaluran air bersih sudah mencapai 561 tangki untuk 109.660 jiwa yang tersebar di 10 kecamatan.

"Mulai hari ini (3/10) hingga 14 hari ke depan ditetapkan sebagai tanggap darurat kekeringan Kabupaten Pati. Pemkab Pati juga melakukan pendistribusian bantuan pangan sebanyak 100 ton beras kepada masyarakat terdampak," ujarnya.

Kepala Pelaksana Harian BPBD Kabupaten Pati Martinus Budi Prasetyo menambahkan bahwa dampak kekeringan memang sangat memprihatinkan, karena banyak sumur warga yang mulai mengering.

Di beberapa tempat, kata dia, sumber air yang dimiliki warga juga tidak layak konsumsi karena payau.

Kekeringan mulai dirasakan warga sejak akhir Juli 2023 hingga sekarang warga masih membutuhkan bantuan air bersih. Sedangkan pendistribusian air bersih selama ini berasal dari program tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) dan bantuan masyarakat. *

Baca juga: Minta hujan, Pemprov NTB akan gelar Shalat Istisqa pada 9 Oktober

Baca juga: BRIN sebut puncak kemarau terik terjadi pada Oktober 2023

Pewarta: Akhmad Nazaruddin
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023