Sikap gotongrotong, musyawarah untuk mufakat, saling menghargai atau "teposliro" yang menjadi budaya masyarakat DIY banyak yang hilang. Saat ini anarkisme mewarnai kehidupan masyarakat Yogyakarta. Ini sangat memprihatinkan,"

Yogyakarta (ANTARA News) - Permaisuri Keraton Yogyakarta Gusti Kanjeng Ratu Hemas merasa prihatin dengan tergerusnya budaya Jawa dikalangan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Sikap gotongrotong, musyawarah untuk mufakat, saling menghargai atau "teposliro" yang menjadi budaya masyarakat DIY banyak yang hilang. Saat ini anarkisme mewarnai kehidupan masyarakat Yogyakarta. Ini sangat memprihatinkan," kata Hemas dalam dialog budaya "Urgensi Pendidikan Budaya Jawa Sebagai Upaya Membangun Karakteristik Bangsa".

Selain itu, ia mengatakan, generasi muda hampir tidak memperoleh pendidikan dari keluarga akan nilai-nilai yang baik sesuai dengan jati diri bangsa.

"Ini semua menjadi tanggung jawab kita bersama, bagaimana menjadikan generasi muda selalu menjunjung tinggi budaya dalam kehidupan sehari-hari," kata dia.

Menurut Hemas, menghidupkan budaya dan bahasa Jawa kepada masyarakat, khususnya generasi muda bukanlah pekerjaan mudah.

Sebab, generasi muda kurang tertarik dengan perkembangan budaya, khususnya bahasa Jawa, mereka lebih suka bahaha asing.

"Keluhan siswa sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA) yakni kesulitan mengikuti bahasa Jawa, lalu bagaimana dengan siswa dari luar DIY, jika siswa yang merupakan masyarakat asli Yogya kesulitan dalam pelajaran bahasa Jawa," katanya.

Ia mengatakan "kebangkitan bahasa Jawa" perlu dihidupkan kembali untuk menemukan jati diri sebagai bangsa, sebagai masyarakat DIY. "Apakah kedepan generasi muda akan berdiri diatas jati diri bangsanya sendiri atau berdiri diatas budaya asing. Saat ini, waktu yang tepat untuk membekali generasi muda tetang jadi diri sebagai bangsa," kata dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY Baskara Aji mengatakan mengatakan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Budaya menjadi Basis Pendidikan di DIY sudah diterapkan.

"Namun di lingkungan pendidikan mengalami kesulitan dalam mengiplementasikan perda ini. Bagaimana bahasa Jawa dan budaya dapat dilaksanakan oleh anak didik baik di sekolah dan keluarga, masih belum berjalan sesuai dengan harapan," kata dia.

Selain itu, Baskara Aji mengatakan dalam perda tersebut secara tersirat menyatakan bahwa budaya yang diajarkan kepada anak didik bukan hanya bahasa Jawa dan budaya Jawa, melainkan seluruh budaya yang ada di Indonesia yang berkembang di DIY.

"Diharapkan, terjadi alkulturasi dan asimiliasi budaya, sehingga membuat DIY lebih beranekaragam akan suku, bahasa dan budaya," kata dia.(*)

Pewarta: Sutarmi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013