Jakarta (ANTARA) - Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Data yang dilansir Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Indonesia memiliki 7,46 juta hektare Lahan Baku Sawah (LBS) yang terhampar dari Sabang hingga Merauke.
Data yang dirilis pada 2019 itu menguatkan alasan mengapa Indonesia disebut sebagai negara agraris, selain alasan mayoritas penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian dan menjadikan hasil pertanian sebagai salah satu penopang ekonomi bangsa.
Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan sektor pertanian, termasuk agrikultur, yakni proses memproduksi makanan, penganan, serat, dan hasil kebutuhan lain di sektor pertanian.
Terdapat lima sektor potensial agrikultur di Indonesia yang mencakup tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan.
Pada sektor tanaman pangan, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa produksi gabah kering giling Indonesia mencapai 54,65 juta ton pada 2020. Selain padi, hasil tanaman pangan yang juga bernilai ekonomi yaitu jagung, ubi, sayuran serta buah-buahan.
Kedua, sektor perkebunan. Sektor perkebunan memiliki peranan yang penting pula dalam pendapatan negara, mengingat hasil dari perkebunan ini menjadi komoditas ekspor seperti karet, kelapa sawit, kelapa, kopi, coklat (kakao), dan teh.
Kemudian, potensi agrikultur lainnya yaitu sektor kehutanan. Berbeda dengan sektor lain, pemanfaatan sektor kehutanan harus mengikuti regulasi dari pihak terkait dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sektor berikutnya adalah sektor perikanan dan peternakan. Dalam sektor perikanan, Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan laut mencapai 3,257 juta kilometer persegi. Laut Indonesia yang kaya dengan segala potensi di dalamnya terutama ikan menjadikan sektor ini memegang peranan penting dalam struktur sosial dan ekonomi.
Sementara itu, pada sektor peternakan di Indonesia hampir semuanya diolah rakyat sebagai sebuah usaha skala kecil. Peternakan digolongkan menjadi dua berdasarkan ukuran hewan ternaknya, yakni peternakan besar, seperti peternakan sapi, kuda, kerbau dan peternakan kecil, seperti peternakan ayam, bebek, dan lain-lain.
Program Petani Milenial
Semangat untuk menjadi pewaris negeri agraris kini terus digelorakan. Salah satunya yang dilakukan seorang pemuda bernama Rizky Anggara. Pria kelahiran Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat.
Sejak 2017, Rizky telah menjalani kehidupannya di dunia pertanian hortikultura yang meliputi tanaman buah, tanaman sayur, serta tanaman hias. Hobi di bidang pertanian itu mengalir deras lewat darah sang ayah yang juga menyukai bidang yang sama. Awalnya hanya sekadar hobi, tapi setelah didalami, ternyata pertanian juga menjanjikan masa depannya.
Tingginya minat terhadap dunia pertanian berpengaruh besar terhadap berbagai aspek dan keputusan yang dipilih untuk menentukan alur kehidupannya, termasuk dalam hal pendidikan. Ia mendalami ilmu agro teknologi di Universitas Brawijaya Malang.
Namun, badai pandemi yang mengguncang seantero dunia turut berimbas pada niat mulianya untuk menimba ilmu, hingga harus menepikan diri sementara dari aktivitas pendidikan dan kembali ke Bumi Parahyangan.
Badai pandemi yang banyak memporak-porandakan kehidupan masyarakat justru menjadi pembuka pintu baginya untuk memperdalam bisnis pertanian.
Pada 2021, Rizky dan ribuan pemuda lainnya bergabung dalam program “Petani Milenial” gelombang pertama yang digagas Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Program tersebut merupakan wadah pengembangan wirausaha tani yang melibatkan petani muda di bidang pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, dan kehutanan untuk menciptakan ekosistem pertanian yang mandiri, maju, dan berkelanjutan.
Program petani milenial sangat bermanfaat bagi anak muda, khususnya bagi kelompok taninya. Selain mendapat pengalaman dan ilmu, mereka mendapatkan keuntungan materi dengan mengikuti program tersebut.
Meski telah mendatangkan banyak kebaikan, tapi tidak menampik bahwa program tersebut juga memiliki sejumlah kendala yang harus disempurnakan terutama terkait penyelesaian persoalan yang dialami para kelompok tani atau offtaker.
Semangat tinggal di desa
Program Petani Milenial yang digagas mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil ini merupakan upaya menarik minat generasi muda untuk membawa perubahan pada sektor pertanian.
“Semangat tinggal di desa, rezeki di kota, bisnis mendunia” kata sang empunya program, Ridwan Kamil.
Melalui program itu, petani muda tidak hanya mendapatkan pelatihan dan pendampingan metode pertanian yang lebih efektif dan efisien, tetapi juga hingga ke proses hilir.
Mereka dikenalkan dengan pengolahan, pengembangan produk, hingga pemasaran hasil tani ataupun produk olahan, baik dalam maupun luar negeri melalui kegiatan pameran dan gerai petani milenial.
Hadirnya program petani milenial ini juga bertujuan untuk mengurangi permasalahan ketersediaan tenaga kerja pertanian, mengubah usaha pertanian menjadi menantang. Dengan demikian, banyak generasi milenial yang tertarik bergelut di sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan.
Sejak pertama kali digulirkan pada 2021, jumlah generasi muda yang mendaftar dalam program petani milenial terus meningkat. Pendaftar petani milenial tahun 2021 tercatat sebanyak 8.998 orang. Dari jumlah tersebut 1.766 orang di antaranya dinyatakan lolos seleksi.
Pada 2022 dan 2023, tercatat sebanyak 5.344 orang mengikuti inagurasi, dengan sebaran 2.721 petani dibina di Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura, 788 petani dibina Pemprov Jawa Barat melalui Dinas Kelautan dan Perikanan, 620 petani dibina Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan, serta 595 petani dibina Dinas Perkebunan.
Upaya yang dirintis tersebut sejalan dengan yang diharapkan Kementerian Pertanian bahwa arah kebijakan pembangunan pertanian adalah Pertanian Maju, Mandiri dan Modern.
Arah kebijakan itu menjadi pedoman Kementeria Pertanian untuk bertindak cerdas, cermat, dan akurat dengan memanfaatkan teknologi mutakhir serta mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki, termasuk Petani Milenial sebagai pewaris negeri agraris.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023