Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan RS Cipto Mangunkusumo FK UI Dr. dr. Tricia Dewi Anggraeni Sp.OG Subsp.Onk(K) mengatakan setiap wanita harus mewaspadai tanda keputihan yang menjadi cikal bakal infeksi virus penyebab kanker serviks.

“Yang diperhatikan keputihan apapun itu tidak sembuh, tetap berlanjut kalau engga diobati, apalagi disertai dengan bau yang tidak sedap, anyir, gatal, perih itu harus memeriksakan diri,” ucap Tricia dalam diskusi kesehatan yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan, kanker serviks tidak memiliki gejala khusus selain adanya keputihan yang disebabkan oleh virus yang sangat berbau. Seringkali wanita tidak menyadari dan cenderung menyepelekan keputihan yang terjadi pada vagina sehingga rata-rata pasien datang berobat sudah dalam stadium lanjut atau terlambat.

Baca juga: Srikandi BUMN ajak perempuan di Indonesia deteksi dini kanker serviks

Secara umum, Tricia mengatakan vagina memiliki bakteri yang menguntungkan seperti lactobacillus yang ada pada usus, yang mempertahankan asam dan PH pada vagina. Jika asam berubah karena infeksi, jamur dan bakteri akan beraksi yang menimbulkan rasa perih dan gatal, serta perbedaan bentuk cairan putih yang keluar.

“Pada kondisi asam sekitar vagina berubah maka bakteri yang tadinya diam mulai bereaksi, kalau jamur timbul rasa gatal, kalau bakteri agak perih, bentuknya juga beda, kalau jamur putih kental kalo bakteri putih susu basi. Dan dia warnanya beda, berbau dan tidak hilang kalau tidak diobati,” katanya.

Dokter yang menamatkan studi di Universitas Indonesia ini mengatakan, dari beberapa jenis keputihan yang bisa terjadi yang paling dikhawatirkan adalah adanya kanker leher rahim atau serviks. Ada beberapa tipe risiko dari kanker serviks, dari yang rendah hingga tinggi.

Namun yang paling umum terjadi pada penderita kanker serviks adalah tipe HPV 16 dan 18. Jika didapati ada virus tersebut, harus diperiksakan ke dokter dengan melakukan pemeriksaan menggunakan cocor bebek dan melihat leher rahim.

“Bagi yang sudah pernah melakukan pemeriksaan virus HPV ada 16 dan 18 harus lebih aware karena sudah terjadi perubahan pada leher rahimnya, taunya ya harus periksa ke dokter,” saran Tricia.

Baca juga: Pemda DIY-PT Bio Farma luncurkan deteksi dini kanker serviks

Faktor risiko keputihan yang disebabkan karena infeksi human papilloma virus (HPV) ini salah satunya adalah wanita yang aktif melakukan hubungan seksual. Selain itu, wanita yang sering melahirkan juga menjadi faktor risiko mengalami kanker serviks jika didapati ada virus HPV 16 dan 18 di leher rahimnya.

Tricia menjelaskan umumnya keputihan atau cairan putih yang keluar dari vagina terbilang normal jika mengikuti siklus hormonal atau fase emosional seperti akan menstruasi atau sesudahnya, sedang hamil atau kelelahan, yang ditandai dengan cairan putih cerah atau kuning terang, tidak berbau dan tidak gatal.

Sementara keputihan yang tidak normal bisa dibedakan dari infeksi seperti penyakit yang disebabkan karena hubungan seksual, atau bakteri dan jamur yang berkembang di sekitar vagina akibat asam atau PH yang berubah. Perubahan itu ditandai dengan rasa gatal, cairan putih kental dan berbau.

Selain itu, keputihan juga ada yang tidak berhubungan dengan infeksi seperti orang tua yang sudah menopause karena dinding vagina yang menipis, dan orang yang meminum antibiotic dalam jangka waktu yang lama sehingga jamur di vagina menjadi dominan.

Ia mengatakan setiap wanita bisa berisiko terkena kanker serviks, maka ia menyarankan untuk tidak ragu memeriksakan diri setidaknya setahun sekali dan membiasakan hidup sehat serta setia pada satu pasangan. Jika ada keluhan keputihan segera datang berobat dan jangan menolak jika ada pemeriksaan tambahan agar tidak terjadi kesalahan diagnosis.

Baca juga: Ketahui pentingnya vaksinasi HPV pada laki-laki dan perempuan

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023