Jakarta (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar tidak mencabut Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus pelajar yang terlibat tawuran karena mengganggu hak belajar.

Permintaan KPAI tersebut terkait adanya pencabutan KJP Plus dua pelajar atau siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, beberapa waktu lalu akibat terlibat tawuran.

"Kalau ada anak yang terlibat dalam tawuran itu jangan dicabut KJP Plus-nya, karena itu akan mengganggu hak-hak belajar anak tersebut. Apalagi kalau anak tersebut berasal dari keluarga kurang mampu," ungkap Komisioner KPAI Kawiyan saat ditemui wartawan di Polres Metro Jakarta Barat pada Senin.

Ia melanjutkan, anak sekolah yang terlibat tawuran seharusnya dibina dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat dan pemerintah.

"Kalau anak terlibat tawuran atau kekerasan maka anak itu harus dibina. Siapa yang membina? Kita semua, pemerintah provinsi, sekolah, masyarakat untuk melakukan pembinaan agar anak tersebut tidak lagi melakukan kekerasan tawuran," kata Kawiyan.

Baca juga: Sekolah di Jakarta Barat diminta laporkan murid terlibat tawuran

Ia mengatakan, pencabutan KJP Plus bukan merupakan jaminan bahwa perilaku anak terkait akan berubah. "Ya, apakah kalau KJP Plus-nya itu dicabut, anak itu akan memberikan perubahan, kan juga tidak menjamin," katanya.

Anak yang terlibat tawuran, kata Kawiyan, harus tetap belajar serta dalam pembinaan orang tua, sekolah, pemerintah dan masyarakat.

Kawiyan menegaskan bahwa pencabutan KJP Plus bukanlah satu-satunya cara untuk memberi edukasi pada anak yang terlibat tawuran. "Ya, bukan satu-satunya, bukan jaminan," katanya.

Kawiyan menyebutkan, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, korban dan pelaku harus dilindungi.

"Dilindungi dalam artian kalau terlibat satu kasus atau tindak pidana, tetap harus diberikan hak-haknya anak. Kalau anak itu masih di bawah 14 tahun tidak bisa dipidanakan artinya harus dikembalikan ke orang tua," ujar dia.

Baca juga: Jakbar cabut KJP Plus dua siswa karena terlibat tawuran

Kemudian, jika anak bersangkutan harus dikenai pasal pidana, maka anak tersebut harus diberikan atau diperlakukan secara khusus.

"Misalnya, ruang tahanan tidak dicampur dengan orang tua, hakimnya beda, jaksanya khusus," ungkap Kawiyan.

Sebelumnya, Suku Dinas Pendidikan (Sudindik) Jakarta Barat mencabut KJP Plus dua siswa SMK di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Senin.

Kepala Suku Dinas Pendidikan (Sudindik) Wilayah II Jakarta Barat merangkap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Barat, Junaedi mengatakan, pencabutan KJP Plus dilakukan lantaran dua siswa tersebut terlibat tawuran.

Baca juga: KPAI sebut sanksi pencabutan KJP anak terlibat tawuran kurang tepat

"Dari kita Sudindik (Jakbar) menyampaikan bahwa harus tegas kita memberikan sanksi kepada peserta didik yang terbukti tawuran. Dan ini sudah sesuai dengan regulasi yang ada bahwa mereka yang terlibat tawuran, KJP-nya akan disetop," kata Junaedi saat dihubungi wartawan.

Junaedi menuturkan pencabutan KJP tersebut sudah disetujui oleh pihak sekolah dan diajukan sesuai mekanisme pencabutan ke Pusat Pelayanan Pendanaan Personal dan Operasional Pendidikan (P4OP).

"Alhamdulillah pihak sekolah sesuai mekanisme mengajukan ke P4OP untuk menyampaikan usulan pencabutan dan P4OP setuju untuk pencabutan tersebut sehingga KJP-nya akan disetop," kata Junaedi.

Junaedi mengatakan bahwa pencabutan KJP tersebut sudah disetujui oleh orang tua siswa bersangkutan. "Orang tua siswa pun sudah memahami menerima itu (pencabutan KJP)," ungkap Junaedi.
Baca juga: Sudin Pendidikan Jaksel pastikan cabut KJP siswa yang ikut tawuran

Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023