PBB (ANTARA News) - Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon hari Jumat mengangkat mantan Menteri Pembangunan Belanda Albert Gerard Koenders sebagai utusan khusus untuk Mali dan pemimpin misi penjaga perdamaian PBB di negara Afrika Barat itu.
Ban mengatakan, Aichatou Mindaoudou Souleymane asal Niger akan menggantikan Koenders sebagai kepala misi penjaga perdamaian PBB di Pantai Gading. Souleymane saat ini menjabat sebagai deputi utusan untuk Uni Afrika dan misi penjaga perdamaian PBB di Darfur, lapor Reuters.
Koenders adalah menteri kerja sama pembangunan Belanda antara 2007 dan 2010 sebelum ia mengemban misi di Pantai Gading pada 2011.
Bulan lalu Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mensahkan mandat pasukan penjaga perdamaian untuk Mali yang mencakup 12.600 prajurit mulai 1 Juli. Misi itu akan dibantu oleh pasukan Prancis jika diperlukan untuk memerangi ancaman militan garis keras.
Namun, pembentukan pasukan itu akan ditinjau lagi oleh dewan menyangkut keamanan di Mali pada bulan depan.
Prancis, yang bekerja sama dengan militer Mali, pada 11 Januari meluncurkan operasi ketika militan mengancam maju ke ibu kota Mali, Bamako, setelah keraguan berbulan-bulan mengenai pasukan intervensi Afrika untuk membantu mengusir kelompok garis keras dari wilayah utara.
Prancis akan mengurangi pasukannya yang kini berjumlah 4.500 orang menjadi 1.000, dan resolusi PBB mengizinkan Prancis "menggunakan segala cara yang diperlukan" untuk campur tangan ketika pasukan PBB "berada dalam ancaman serius dan segera".
Pasukan Afrika barat yang sudah berada di Mali akan membentuk kekuatan inti dari Misi Stabilisasi Terpadu Multidimensi PBB, yang dikenal dengan singkatan Prancis MINUSMA.
Mali, yang pernah menjadi salah satu negara demokrasi yang stabil di Afrika, mengalami ketidakpastian setelah kudeta militer pada Maret 2012 menggulingkan pemerintah Presiden Amadou Toumani Toure.
Masyarakat internasional khawatir negara itu akan menjadi sarang baru teroris dan mereka mendukung upaya Afrika untuk campur tangan secara militer.
Kelompok garis keras, yang kata para ahli bertindak di bawah payung Al Qaida di Maghribi Islam (AQIM), menguasai kawasan Mali utara, yang luasnya lebih besar daripada Prancis, sejak April tahun lalu.
Pemberontak suku pada pertengahan Januari 2012 meluncurkan lagi perang puluhan tahun bagi kemerdekaan Tuareg di wilayah utara yang mereka klaim sebagai negeri mereka, yang diperkuat oleh gerilyawan bersenjata berat yang baru kembali dari Libya. Namun, perjuangan mereka kemudian dibajak oleh kelompok-kelompok muslim garis keras.
Kudeta pasukan yang tidak puas pada Maret 2012 dimaksudkan untuk memberi militer lebih banyak wewenang guna menumpas pemberontakan di wilayah utara, namun hal itu malah menjadi bumerang dan pemberontak menguasai tiga kota utama di Mali utara dalam waktu tiga hari saja. (M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013