"Kami berharap demikian karena salah satu topik pembicaraan Menteri Luar Negeri AS John Kerry dalam pertemuannya dengan Menlu Marty Natalegawa di Washington sempat membahas isu lingkungan terkait dengan pertemuan APEC Forum 2013 di Bali pada Oktober mendatang," kata Ketua YPTB Ferdi Tanoni kepada pers di Kupang, Sabtu pagi.
Ia mengemukakan hal ini setelah menerima sebuah pesan dari Kementerian Luar Negeri AS melalui akun facebook YPTB berupa rekaman video (yuo tube) tentang pernyataan Menlu John Kerry soal kerja sama AS-Indonesia termasuk tentang isu lingkungan serta bagaimana caranya mengatasi sebuah petaka.
Pernyataan Menlu John Kerry itu disampaikan saat bertemu dengan Menlu Marty Nalalegawa yang sedang berkunjung ke Washington untuk membahas persiapan Indonesia sebagai tuan rumah APEC 2013.
Tanoni yang juga mantan agen imigrasi Kedubes Australia itu mengatakan melalui akun facebook YPTB pihaknya menyampaikan terima kasih kepada Menlu AS John Kerry yang telah menyinggung tentang pentingnya isu lingkungan serta upaya mengatasi petaka kepada Menlu Marty Natalegawa.
Isu lingkungan tersebut, menurut Kementerian Luar Negeri AS, bukan hanya sebatas pada masalah lingkungan dan ekonomi semata, tetapi lebih dari itu merupakan masalah keamanan yang sangat mendasar yang mempengaruhi kehidupan manusia di planet bumi ini yang perlu diatasi secara bersama-sama.
YPTB pimpinan Ferdi Tanoni merupakan satu-satunya lembaga non pemerintah di Indonesia yang terus menyuarakan petaka Montara yang mengakibatkan terjadinya pencemaran hebat di Laut Timor sejak peristiwa meledaknya sumur minyak di Blok Atlas Barat Laut Timor pada pada 21 Agustus 2009.
Ledakan sumur minyak Montara di Laut Timor itu, kata Tanoni dengan mengutip hasil penelitian dari berbagai pihak, jauh lebih dahsyat dari ledakan sumur Deep Horizon di Teluk Mexico pada 2010.
Sebagai perbandingan, petaka tumpahan minyak akibat ledakan sumur minyak Deep Horizon di Teluk Mexico, kedalaman sumur yang meledak itu mencapai 7,6 Km dan menyemburkan minyak mentah 25.000-30.000 barel atau 3,95-4,74 juta liter per hari selama 78 hari.
"Sementara kedalaman sumur minyak yang meledak di Laut Timor hanya 2,5 km saja, namun kita semua dibohongi bahwa tumpahan minyak mentah yang disemburkan hanya 2.000 barel atau 316.000 liter saja per hari selama 74 hari, tanpa diperkuat oleh sebuah studi yang independen dan transparan untuk mengukur besarnya semburan minyak Montara yang telah mencemari Laut Timor," katanya.
Tanoni mengatakan para ahli perminyakan di Australia dan Amerika Serikat memperkirakan bahwa sekurang-kurangnya petaka tumpahan minyak Montara di Laut Timor 2009 lalu dua kali lebih dahsyat dari petaka yang sama persis terjadi di Teluk Mexico pada tahun 2010.
"Pernyataan ini didasari pada dangkalnya sumur minyak Montara yang meledak itu hanya berkedalaman 2,5 km saja, bila dibandingkan dengan dalamnya sumur minyak Deep Horizon di Teluk Mexico yang mencapai 7,6 km, namun menyemburkan minyak mentah hingga 3.950.000 - 4.740.000 liter per hari," ujarnya.
"Peristiwa ini menunjukkan bahwa kekuatan semburan sumur minyak dari sumur Montara di Laut Timor itu tiga kali lebih dahsyat dari pada yang terdapat di Teluk Mexico," katanya dan menambahkan pernyataan dari para ahli perminyakan Australia dan Amerika Serikat ini diperkuat dengan hasil laporan dan rekomendasi komisi penyelidik Australia yang menyatakan bahwa besarnya semburan minyak Montara 2009 tidak diketahui secara pasti.
Semburan minyak yang tidak diketahui pasti itu karena tidak ada satu pun studi yang independen dan kredibel yang dapat dipertanggung jawabkan untuk menyatakan berapa besar sesungguhnya semburan minyak Montara per hari yang telah mencemari Laut Timor. (*)
Pewarta: Laurensius Molan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013