Kandahar, Afghanistan (ANTARA News) - Dua bom meledak di kota Kandahar, Afghanistan selatan, Jumat malam, menewaskan sedikitnya tujuh orang dan mencederai lebih dari 50, kata sejumlah pejabat.
Salah satu dari kedua ledakan itu berasal dari bom mobil, kata Javed Faisal, juru bicara gubernur provinsi Kandahar, kepada AFP.
"Tujuh orang tewas dan lebih dari 50 cedera, sebagian besar warga sipil," katanya.
Faisal menambahkan, sasaran serangan itu tampaknya kendaraan-kendaraan polisi dan militer, namun banyak dari korban cedera adalah warga sipil yang berkumpul di sebuah tempat umum di kota itu pada akhir liburan Jumat.
Pusat media provinsi Kandahar mengatakan, banyak anak terluka parah setelah ledakan-ledakan itu, yang terjadi pukul 19.30 waktu setempat (pukul 22.00 WIB).
Serangan itu terjadi sehari setelah bom mobil bunuh diri yang ditujukan pada konvoi militer asing di Kabul menewaskan 15 orang, termasuk enam warga AS.
Pada Oktober 2011, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara dikirim ke Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.
Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.
NATO bertujuan melatih 350.000 prajurit dan polisi Afghanistan pada akhir 2014 untuk menjamin stabilitas di negara itu, namun tantangan-tantangan tetap menghadang dalam proses peralihan itu.
Desersi, penugasan yang buruk dan semangat rendah termasuk diantara masalah utama yang menyulitkan para komandan NATO dan Afghanistan. (M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013