Jakarta (ANTARA) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang tunai Rp400 juta usai melakukan penggeledahan di rumah salah satu tersangka kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) yang berlokasi di Jagakarsa, Jakarta Selatan.
"Mengenai jumlah uangnya sejauh ini sekitar Rp400 juta yang ditemukan dalam proses penggeledahan ini," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin.
Ali menerangkan penggeledahan tersebut dilakukan tim penyidik KPK pada Minggu (1/10). Dalam kegiatan tim juga menemukan alat buktikan bukti elektronik dan dokumen lainnya.
"Analisis dan penyitaan segera dilakukan untuk menjadi kelengkapan berkas perkara penyidikan," kata Ali.
Penyidik KPK pada Jumat (29/9) mengumumkan telah meningkatkan status kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) ke tahap penyidikan.
Ali menerangkan penyidik KPK telah menetapkan sejumlah pihak sebagai tersangka dalam perkara tersebut.
Namun, KPK belum bisa mengumumkan siapa saja pihak yang ditetapkan sebagai tersangka karena proses penyidikan dan pengumpulan alat bukti yang masih berlangsung.
Seiring perkembangan penyidikan tersebut, KPK kemudian menggeledah rumah dinas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Kompleks Widya Chandra, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (28/9) dan menemukan barang bukti berupa uang tunai dalam pecahan rupiah dan mata uang asing.
Ali belum memberikan secara pasti nominal uang yang disita dalam penggeledahan tersebut, namun nominalnya mencapai puluhan miliar.
Selain uang tunai, penyidik KPK menyita sejumlah barang bukti dalam bentuk dokumen dalam proses penggeledahan dimaksud.
"Termasuk, beberapa dokumen seperti catatan keuangan dan pemberian aset bernilai ekonomis dan dokumen lainnya terkait dengan perkara," kata Ali.
Berbagai barang bukti yang ditemukan selanjutnya akan disita untuk dianalisis dan disertakan ke dalam berkas penyidikan.
Dalam penggeledahan tersebut penyidik KPK menemukan 12 pucuk senjata api yang saat ini telah diserahkan ke Polda Metro Jaya untuk ditindaklanjuti.
Ada pun pasal yang diterapkan dalam perkara tersebut yakni Pasal 12 (e) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi soal pemerasan.
"Perkara ini adalah berkaitan dengan dugaan korupsi dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu," kata Ali.
Pasal 12 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi: "Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar".
Dengan poin (e) berbunyi "Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri".
Baca juga: Dua eks pegawai KPK dipanggil sebagai saksi kasus korupsi di Kementan
Baca juga: Mahfud: Proses hukum bila senjata di rumah dinas SYL tanpa izin
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023