Mojokerto (ANTARA News) - Akibat waktu yang sempit, sekitar 70 persen siswa peserta "Robot Camp" di arena Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional (PIRN) V gagal mengoperasikan robot yang mereka rakit. "Sampai berakhirnya perakitan dan perlombaan, tingkat keberhasilan hanya 30 persen. Ini masalah waktu yang hanya setengah hari, padahal idealnya dua hari," kata instruktur "Robot Camp", Didik Setyo Purnomo, ST, MEng kepada ANTARA di Mojokerto, Jumat. Pengenalan dan perakitan robot pada PIRN V yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH), Seloliman, Mojokerto, Jatim, diikuti 95 siswa SMP dan SMA dari 18 propinsi di Indonesia. Namun demikian, kata Didik yang juga dosen Poltek Elektronika Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) Surabaya, setelah diberi waktu konsultasi lanjutan, tingkat keberhasilan siswa didiknya bisa ditingkatkan mencapai diatas 50 persen. "Karena itu, saya tidak kecewa meskipun awalnya yang berhasil cuma 30 persen. Pada prinsipnya, anak-anak menangkap materi yang kami berikan. Kalau tidak berhasil, itu karena pemasangan komponen yang keliru. Mereka kan baru belajar megang solder," ujarnya. Sebagaimana diketahui, sejak 2 Juli lalu 95 siswa SMP dan SMA dari jurusan IPA dan IPS mengikuti PIRN V yang di dalamnya terdapat acara Robot Camp, 6 Juli lalu. Mereka tidak terlalu banyak diajari teori, melainkan langsung praktek dengan dipandu tiga mahasiswa ITS. Mereka hanya diberi pengetahuan dasar elektronika yang dimulai sejak pukul 09.00 dan sekitar 13.00 WIB sudah banyak yang menyelesaikan perakitan. Didik Setyo Purnomo mengemukakan pembuatan robot sebetulnya hanya melatih kreativitas siswa untuk belajar tentang dunia robot. "Kenapa robot? Ini untuk menarik minat siswa agar tidak bosan. Ini kan langsung praktek. Dari beberapa pelatihan semacam ini, tingkat keberhasilannya cukup tinggi, rata-rata 80 persen berhasil. Sisanya setelah diberi pengetahuan tambahan juga sukses," ungkapnya Wakil Ketua PIRN V, Krisbiwati SS MM, menjelaskan program itu cukup menarik, karena tidak hanya diikuti siswa SMA yang mengambil jurusan IPA, tetapi juga yang IPS. Namun semuanya mampu mengikuti program itu, tanpa ada kesulitan. "Program ini kami laksanakan agar anak-anak Indonesia tidak terlalu awam terhadap masalah robot. Apalagi pemerintah sudah mencanangkan antara tahun 2005 hingga 2006, Indonesia sebagai tahun untuk ilmu pengetahuan," ucapnya. Menurut dia, lewat program ini, ternyata juga mampu mengarahkan para siswa untuk menentukan rencana studinya di masa mendatang. Dari beberapa siswa menyatakan, akhirnya mereka tertarik untuk masuk ke jenjang kuliah pada jurusan elektronika. (*)
Copyright © ANTARA 2006