Kirkuk, Irak (ANTARA News) - Serangan bom bunuh diri di sebuah tempat ibadah Syiah atau husseiniyah di kota Kirkuk, Irak utara, menewaskan 12 orang, Kamis, kata seorang polisi senior.

Penyerang berusaha memasuki husseiniyah Al-Zahraa, dimana keluarga korban dari kekerasan sehari sebelumnya sedang menerima tamu yang berbela-sungkawa, namun dicegah oleh polisi dan ia meledakkan sabuk bomnya di dekat pintu gerbang tempat itu, lapor AFP.

Ledakan tersebut juga mencederai 18 orang, kata polisi itu, yang berada di lokasi kejadian. Seorang petugas medis mengkonfirmasi bahwa terjadi serangan namun tidak menyebutkan jumlah korban.

Rabu, dua bom mobil dan sebuah bom pinggir jalan menewaskan 10 orang dan mencederai 17 lain di Kirkuk.

Ketegangan meningkat antara pemerintah Perdana Menteri Nuri al-Maliki (Syiah) dan anggota-anggota minoritas Sunni yang menuduh pihak berwenang mengincar komunitas mereka, termasuk penangkapan-penangkapan yang salah dan tuduhan keterlibatan dalam terorisme.

Gelombang protes juga terjadi di daerah-daerah Sunni Irak sejak lima bulan lalu untuk menuntut pengunduran diri Maliki.

Dengan korban-korban terakhir Kamis, sepanjang bulan ini sudah lebih dari 160 orang tewas dalam kekerasan di Irak, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas sumber-sumber keamanan dan medis.

Serangan-serangan itu terjadi setelah gelombang kekerasan menewaskan lebih dari 240 orang dalam tujuh hari pada akhir April, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai kembalinya kerusuhan sektarian yang menewaskan puluhan ribu orang.

Kekerasan itu merupakan yang terakhir dari gelombang pemboman dan serangan bunuh diri di tengah krisis politik antara Perdana Menteri Nuri al-Maliki dan mitra-mitra pemerintahnya dan pawai protes selama beberapa pekan yang menuntut pengunduran dirinya.

Lebih dari 450 orang tewas dalam kekerasan pada April, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas keterangan dari pejabat-pejabat keamanan dan medis, sementara jumlah kematian pada Maret mencapai 271.

Sepanjang Februari, 220 orang tewas dalam kekerasan di Irak, menurut data AFP yang berdasarkan atas keterangan dari sumber-sumber keamanan dan medis.

Irak dilanda kemelut politik dan kekerasan yang menewaskan ribuan orang sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.

Selain bermasalah dengan Kurdi, pemerintah Irak juga berselisih dengan kelompok Sunni.

Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember 2011 mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni.

Pejabat-pejabat Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Wakil Presiden Tareq al-Hashemi pada 19 Desember 2011 setelah mereka memperoleh pengakuan yang mengaitkannya dengan kegiatan teroris.

Puluhan pengawal Hashemi, seorang pemimpin Sunni Arab, ditangkap dalam beberapa pekan setelah pengumuman itu, namun tidak jelas berapa orang yang kini ditahan.

Hashemi, yang membantah tuduhan tersebut, bersembunyi di wilayah otonomi Kurdi di Irak utara, dan para pemimpin Kurdi menolak menyerahkannya ke Baghdad.

Pemerintah Kurdi bahkan mengizinkan Hashemi melakukan lawatan regional ke Qatar, Arab Saudi dan Turki.
(M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013