Jakarta (ANTARA News) - PT Pupuk Petrokimia Gresik (PKG)) menjamin mutu pupuk majemuknya bermerek Phonska yang tersebar di pasar dalam negeri telah sesuai dengan standar nasional Indonesia (SNI).

"Kami telah melakukan penjaminan mutu produk, melalui serangkaian uji kandungan pupuk NPK," ujar Sekretaris Perusahaan PKG Bambang Heru di Jakarta, Kamis.

Penegasan tersebut disampaikannya terkait pernyataan salah seorang petani yang mengatasnamakan paguyuban gabungan kelompok tani (gapoktan) di Kabupaten Tasikmalaya belum lama ini, bahwa kadar unsur hara NPK Phonska tidak sesuai dengan label.

Para petani itu mengutip hasil penelitian Laboratorium Kimia Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (Tekmira) di Bandung, Jawa Barat.    

Bambang menegaskan kandungan N, P, dan K pada Phonska telah sesuai dengan yang tertera dalam label, seperti yang ditetapkan SNI nomer 02-2803-2000 dan SNI nomer 02-2803-2010 bahwa kadar unsur hara N = 15 persen, P2O5 = 15 persen dan K2O = 15 persen dengan toleransi analisis kandungan sesuai SNI Nomor 02-2803-2010.

"Hasil analisa dan uji labarotorium PKG dengan laboratorium Sucofindo -- yang keduanya telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) -- kandungan unsur hara pada pupuk NPK Phonska telah sesuai dengan label," katanya.
 
Selama ini, lanjut Bambang, tidak ada keluhan terhadap mutu NPK Phonska dalam membantu petani mendapatkan hasil panen yang baik. Apalagi pupuk NPK Phonska, kata dia, juga dipasarkan hampir di seluruh Indonesia, baik untuk pupuk NPK bersubsidi maupun non-subsidi.

"Kami juga mempertanyakan dan mencari tahu mengapa terjadi kasus seperti itu di Tasikmalaya. Padahal produk NPK Phonska juga tersebar hampir di seluruh Indonesia dengan mutu yang sama, karena kami merupakan produsen terbesar," ujar Bambang. 

Petrogres memproduksi sekitar 2,37 juta pupuk NPK Phonska/tahun.

Ia mempertanyakan mempertanyakan kredibilitas laboratorium uji yang digunakan, karena belum terakreditasi KAN maupun lembaga internasional.  Oleh karena itu, ia berharap petani tidak mudah percaya begitu saja pada hasil lembaga uji yang belum kredibel.   

Sementara Manager Teknik Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Dr Abdul Rohman menyarankan konsumen lebih jeli dengan mempertanyakan metode uji yang digunakan oleh laboratorium.

"Apakah metode ujinya telah sesuai dengan metode SNI atau internasional, karena hasil uji yang sesuai standar tersebut akan lebih dipercaya," ujarnya.

Ia mengatakan bila ada perbedaan pada dua hasil uji laboratorium, maka yang layak dipakai adalah yang dikeluarkan oleh laboratorium terakreditasi ISO 17025: 2005. "Alasannya sederhana, karena laboratorium terakreditasi ISO 17025: 2005 telah melaksanakan serangkaian penjaminan mutu analisis untuk memastikan bahwa hasil analisis yang dikeluarkan oleh laboratorium bersifat valid (absah)," ujar Abdul Rohman.

Jika perbedaan analisa itu masih terus berlanjut, kata dia, SNI mewajibkan pengambilan sampel ulang dengan melibatkan pihak konsumen, produsen, wakil dari Pengawas Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan pihak kepolisian.

Namun, dia tetap mengingatkan bahwa pembentukan metode SNI telah melibatkan serangkaian tahapan untuk memastikan  keabsahan metode uji. "Karena itu sebaiknya pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) melakukan sosialisasi metode analisa SNI pupuk ke semua pihak," ujarnya.

Lebih lanjut, Abdul Rohman menjelaskan, bahwa PKG menyatakan bahwa dalam label Phonska sesuai dengan SNI dengan kandungan P2O5 sebesar 15 persen, maka semestinya pula laboratorium atau pihak lain yang juga melakukan pengujian harus dalam kandungan P2O5, bukan dalam P saja.

Demikian pula dengan kandungan unsur hara lainnya. Selain itu juga harus diperhatikan apakah kandungan unsur hara itu dalam berat basah pupuk atau atas bahan dasar kering, karena hasil ujinya pasti berbeda.

"Bila terjadi perselisihan hasil analisa itu, maka sebenarnya tinggal merujuk pada prosedur SNI untuk menyelesaikannya, atau menunjuk pihak ketiga yang lebih netral," ujarnya.

Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013