Hangzhou (ANTARA) - Warga kota Hangzhou, Zhejiang, menyambut purnama yang menghiasi langit hari ke-15 dari bulan kedelapan kalender China dengan suka cita.
Jumat malam itu, jutaan warga Hangzhou dan Tiongkok pada umumnya berkumpul dengan keluarga mereka untuk merayakan festival pertengahan musim gugur, salah satu tanggal merah yang dinanti-nantikan masyarakat setempat.
Pada hari itu, sudah menjadi tradisi bagi warga setempat untuk pulang kampung menghabiskan waktu bersama anggota keluarga dan menyantap kue bulan yang manis sambil memandang indahnya bulan purnama.
Tradisi menikmati bulan purnama itu telah berlangsung selama berabad-abad dan menjadi salah satu festival paling penting di China selain festival musim semi.
"Festival ini adalah soal reuni dengan keluarga. Kami biasanya berkumpul, menonton TV bersama, menyantap kue bulan, juga melihat purnama," kata Hao warga setempat.
Kawasan West Lake di pusat kota Hangzhou menjadi lokasi favorit bagi warga setempat untuk mengagumi keindahan bulan purnama dengan cahayanya yang terefleksi di danau legendaris itu.
Terdapat tiga menara batu di tengah West Lake, dan pada malam "mid-autumn festival" warga menyalakan lilin di dalam pagoda mini itu dan menutup lubangnya dengan kertas. Cahaya yang terpancar dari lubang pagoda itu terlihat seperti refleksi dari bulan purnama di permukaan air danau.
Saking terkenalnya, lokasi ketiga menara yang disebut "Three Pools Mirroring the Moon" itu bahkan menjadi gambar uang kertas 1 Yuan.
Lampion-lampion dengan hiasan berbentuk kelinci menerangi malam festival pertengahan musim gugur hari itu.
Kenapa lampion kelinci? "Karena ketika Anda melihat bulan purnama, Anda bisa melihat pola bergambar kelinci di permukaannya," kata Hao.
Bulan purnama menjadi protagonis dalam Festival pertengahan musim gugur yang menyimpan makna sangat dalam bagi masyarakat China.
Leluhur mereka percaya bahwa pada dahulu kala ada 10 matahari yang menyinari bumi secara bersamaan.
Cahaya dan panas yang ekstrem itu membuat manusia hidup dalam kesengsaraan.
Merasakan penderitaan manusia, seorang pendekar bernama Houyi kemudian memanah sembilan matahari dan menyelamatkan dunia. Atas keberaniannya, Houyi diberi sebuah pil obat oleh para dewa.
Akan tetapi, Chang'e, istri Houyi tak sengaja menelan pil itu dan menjadi abadi.
Karena menjadi mahkluk kekal, Chang'e tidak bisa kembali ke dunia fana dan dia harus meninggalkan bumi untuk tinggal di bulan demi rasa cintanya kepada sang suami yang hanya bisa ia pandang dari kejauhan.
Sepeninggalan Chang'e Hou Yi rutin meletakkan buah-buahan di halaman rumah untuk mengenang sang istrinya.
Para warga bersimpati kepadanya dan turut memberikan penghormatan serupa seperti yang dilakukan Hou Yoi tiap tahun, pada hari kelima belas bulan kedelapan, saat bulan bulat penuh dan bersinar terang.
Hingga kebiasaan itu menjelma menjadi festival pertengahan musim gugur atau festival kue bulan yang dirayakan masyarakat sekarang.
Dari kisah yang masyhur itu, bulan purnama menjelma sebagai simbol harapan warga setempat akan keutuhan dan kebahagiaan keluarga mereka.
Baca juga: Asian Games terbesar resmi dibuka di Hangzhou
Baca juga: Album Asia: Menikmati meriah upacara pembukaan Asian Games Hangzhou
Pewarta: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2023